Senin, 15 Oktober 2012

Cara Pandang Yesus



Cara Pandang Yesus
Matius 4: 18 – 22

            Saat kita belajar dulu, mungkin ada salah satu teman yang kita anggap bodohnya keterlaluan. Ibu Bapak yang berprofesi sebagai guru mungkin pernah menghadapi peserta didik dengan kemampuan akademis seperti itu. Meski seorang guru tidak boleh mengecap muridnya dengan cap bodoh, tetapi faktanya memang ada satu dua anak yang kemampuan akademisnya jauh dengan rata-rata anak kebanyakan. Ada guru yang kemudian memiliki istilah-istilah tertentu untuk menyebut anak-anak seperti ini.
Jika kita ke pasar, mungkin kita pernah menjumpai mbah-mbah menunggui tenggok berisi singkong di dalamnya. Kita tidak tertarik sama sekali terhadap jualan mbah-mbah itu. Bahkan melirik saja mungkin tidak. Dalam pikiran kita, “Ah... pohung!”. Tetapi ketika kita ke penjual makanan dan melihat kroket, bolu, cake, puding, dan lain-lain yang berasal dari pohung, kita harus antre untuk mendapatkannya. Kita rela berebut untuk memperolehnya.
Pernahkah kita melihat bebek mengerami telurnya? Sepanjang yang kita ketahui, secara alamiah telur itik dititipkan kepada induk ayam. Meri dan kuthuk tumbuh bersama dengan kebiasaan, perilaku, dan karakteristik berbeda. Yang satu kelompok suka tempat-tempat basah dan berair sedangkan kelompok yang lain suka tempat-tempat yang kering. Induk ayam tidak pernah menyesali perilaku dua kelompok anaknya itu. Dia dengan cinta yang sama memelihara dan melindungi anak-anaknya.
Apa yang kita dapatkan dari tiga ilustrasi di atas? Apakah ada relevansinya dengan bacaan kita pada palam hari ini?

Tuhan Yesus memanggil murid-murid-Nya dari berbagai latar belakang kehidupan. Semua dipanggil dengan cara yang hampir sama dan dengan bahasa yang sama. Mereka diajar dengan cara yang sama, dengan kedisiplinan yang sama, dengan keteladanan yang sama, dengan hati yang sama, dan dengan cinta yang sama.
Tuhan Yesus tidak menyesal ketika masing-masing orang yang dipanggilnya sebagai murid itu tumbuh menjadi Matius, Markus, Lukas, Yohanes sang penulis Injil, Paulus penulis surat-surat, dan bahkan Yudas yang mengkhianati. Tuhan Yesus tidak menyesal murid-murid-Nya menjadi pribadi-pribadi berbeda dengan segala kekhususan dan keunikannya.
 Belajar dari Tuhan Yesus, mari kita layani jemaat Tuhan dengan hati yang sama, kasih yang sama, kedisiplinan yang sama, keteladanan yang sama, jiwa yang sama, dan cinta yang sama. Tuhan menghendaki agar kita tidak memandang latar belakang jemaat yang kita layani. Kita tidak boleh membeda-bedakan dalam pelayanan terhadap mereka. Kita tidak bisa meminta kepada Tuhan umat yang kondisinya semuanya sama. Kita tidak mungkin menuntut Tuhan memberikan orang yang setara semua untuk dilayani. Faktanya pasamuwan kita terdiri atas beragam latar belakang. Kalaupun mereka kemudian menjadi pribadi-pribadi yang unik, menjadi dirinya sendiri, kita tidak gagal melayani mereka. Dan kita tidak perlu menyesalinya.
Tuhan Yesus meneladani kita cara pandang yang seharusnya. Cara memandang umat kepunyaan-Nya dengan cinta Allah yang tidak membeda-bedakan. Semoga Tuhan memberikan kepada kita, para pelayan-Nya, cara pandang seperti cara pandang yang dimiliki Kristus. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar