Rabu, 24 Oktober 2012



DOA PENGHIBURAN MENINGGALNYA BAPAK SUMADI YAKUB SUTRISNO
Wonokarto, 4 Oktober 2012, pk. 19.00 WIB
 

1.          Sambutan dari keluarga ................................
2.          Nyanyian Pembuka KJ 45 : 1, 2, 3, 4
1)       Muliakan Allah Yang Esa di surga mahatinggi Sebab kekal selamanya selamat kita ini
Yang berkenan kepada-Nya beroleh damai yang baka dendam pun tiada lagi
2)       Pujian hormat dan sembah terimalah ya Bapa Engkaulah Raja semesta kekal segala abad
Kuasa-Mu tiada bandingnya di surga dan di dunia Engkaulah Allah kami
3)       Ya Yesus Kristus Penebus ya Putra Tunggal Allah dengan darah-Mu yang kudus Kau hapus aib dan salah
Ya Anak domba mulia seruan doa trimalah dan kasihani kami
4)       Ya Roh Kudus berkurnia Penghibur yang terkarib kawanan-Mu kuatkanlah di dalam Yang Tersalib
Supaya kami pun teguh terhadap goda dan keluh diami hati kami

3.          Doa Pembukaan dan Firman
4.          Nyanyian Pengantar Firman KJ 279: 1, 2, 3, 4
1)         Bunga kan layu kering siang diganti malam, Soal sandang pangan masih terus penting
Reff. Nanti ada hidup kekal semua jadi baru, Nanti ada hidup kekal semua jadi baru
2)         Bila kaurasa sepi siapa yang memahami? Jika kau menangis siapa yang mengerti?
Reff.
3)         Yang kauterima lebih masih kaurasa kurang, Dan yang kauperlukan tak pasti diberi
Reff.
4)         Takkan di sana perlu surya dan sinar bulan, Karna wajah Tuhan kan menyinarimu
Reff.
                 
5.          Pembacaan Firman dan Renungan : Amsal 10: 7a
Kenangan kepada orang benar mendatangkan berkat
Tema:  mengenang kebaikan

6.          Doa Safaat dan Berkat
7.          Nyanyian Penutup KJ 390 : 1, 2, 3
1)         Tuhan tidak lupa akan orang yang penat, Orang yang berduka dan pikulannya berat
2)         Tuhan tidak lupa bila orang berseru, Ia memberikan pertolongan yang perlu
3)      Slalu angkat muka dan berharap pada-Nya, Tuhan tidak lupa akan anak-anak-Nya

Senin, 15 Oktober 2012

Pangreh Vs Pamong



Pangreh Vs Pamong
Markus 9: 35

Seorang guru spiritual sedang mengajar kedua muridnya tentang hakikat  kepemimpinan. Dia mengajar dengan sebuah perumpamaan: pertarungan antara Pangreh dan Pamong memperebutkan kekuasaan. Pangreh digambarkannya sebagai sosok yang kuat, tinggi besar, gambaran penguasa yang sangat ideal. Wawasannya luas, pemikirannya cerdas, tidak ada yang kuasa mengalahkan argumentasinya. Sosok penakluk. Dengan tampilan fisik dan intelektual yang seperti itu, Pangreh mengarahkan, memerintah, dan mengomando. Tidak heran karena Pangreh artinya tukang ngereh, tukang memerintah, tukang menyuruh, tukang mengomando.
Pamong digambarkannya sebagai sosok yang juga kuat tetapi tidak tinggi besar. Dia juga tidak punya potongan sebagai penguasa yang ideal. Dia tidak bernafsu memenangkan adu argumentasi, dia lebih suka mengalah ketika berdebat. Dengan sifat seperti itu, Pamong lebih suka ngemong, mengemban tugas, mengasuh, melayani. Tidak heran karena Pamong memang tukang ngemong, tukang mengasuh, dan tukang melayani.
Pertempuran antara Pangreh dengan Pamong tidak terjadi sekali dua kali tetapi berulang kali. Kadang-kadang Pangreh unggul atas Pamong. Kesempatan lain, Pangreh takluk di hadapan Pamong. Dan sampai sekarang pertarungan terus terjadi.
 Karena penasaran dengan pertempuran yang dikisahkan guru spiritualnya, salah satu dari murid itu bertanya pada gurunya, “Di mana pertempuran itu terjadi guru?”. Dengan ringan guru itu menjewab, “ Di dalam hatimu”.

 Setiap pelayan Tuhan mengalami pertarungan di dalam dirinya. Pertarungan antara pangreh dan pamong juga terjadi dalam hati kita masing-masing. Secara manusiawi ada motivasi dan keinginan-keinginan untuk menjadi penguasa, pemimpin, pemerintah, atau pangreh. Dalam bahasa Tuhan Yesus hal itu disebut dengan istilah  ingin menjadi terdahulu. Ini semua adalah kelumrahan dan kewajaran. Dan keinginan-keinginan itu normal-normal saja.
Namun demikian, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa orang yang ingin menjadi terdahulu, orang yang ingin menjadi yang terdepan, orang yang ingin menjadi pemimpin, diminta menjadi yang terakhir bahkan menjadi pelayan dari orang-orang yang ingin dipimpin. Itu artinya siap menempatkan diri sebagai pamong pasamuwan. Pengajaran ini mengingatkan kepada umat dan khususnya para pemimpin umat agar selalu menyadari bahwa jabatan yang diembannya bukanlah alat dan pembenar untuk menguasai dan memerintah pasamuwan.
Tuhan Yesus secara tegas meminta pelayan-pelayan-Nya menempatkan diri sebagai pamonging pasamuwan. Orang yang bertugas ngemong, mengasuh, dan melayani umat. Pertarungan antara pangreh dan pamong di hati kita yang menentukan pemenangnya adalah diri kita sendiri. Berbekal pengajaran Tuhan Yesus, kita harus memenangkan pamong. Sehingga dalam gerak pelayanan kita selalu didasari keinginan untuk ngemong dan melayani umat. Amin.

Lidah dan Telinga Seorang Murid



Lidah dan Telinga Seorang Murid
Yesaya 50: 4

            Ada hal yang menarik dari bacaan pagi hari ini. Kata murid dipakai untuk menggambarkan ketaatan hamba Tuhan. Ketaatan hamba Tuhan ditandai dengan memiliki lidah seorang murid dan mendengar seperti seorang murid. Itu artinya memiliki lidah dan telinga seorang murid.
Mengapa lidah dan telinga seorang murid dipakai sebagai ilustrasi ketaatan?
Mari kita sedikit bernostalgia dengan masa sekolah, ketika lagu siji loro telu akrab di bibir dan telinga kita.
siji loro telu astane sedheku
mirengake bu guru menawa didangu
papat nuli lima lenggahe sing tata
aja padha sembrono mundhak ora bisa

Bagi sebagian besar kita, lagu itu dulu sangat akrab di telinga. Isinya mengajarkan bahwa belajar itu perlu memusatkan perhatian, mendengarkan dengan cermat dan saksama. Belajar memerlukan sikap yang tertib dan serius. Murid yang perhatian, cermat, tertib, dan serius akan berhasil dalam belajarnya. Murid dalam konteks ini adalah pribadi yang siap menerima didikan dan ajaran guru. Murid dalam konteks ini adalah murid yang legawa menjalankan perintah dan melaksanakan tugas yang diberikan.
Karakteristik murid adalah karakteristik taat kepada hal-hal yang diajarkan dan dididikkan yang nantinya berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Kita yang selama ini mengaku sebagai murid Tuhan dapat melakukan refleksi terhadap perjalanan hidup kemuridan kita. Ketaatan kepada perintah-perintah yang harus dilaksanakan, tugas-tugas yang harus dikerjakan, tanggung jawab-tanggung jawab yang harus diselesaikan. Bisa diteliti satu per satu. Berapa perintah dan didikan Tuhan yang belum bisa kita kerjakan dan selesaikan? Berapapun itu, sebanyak itulah beban yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai murid.
Murid yang baik, yang tahu tugas dan tanggung jawabnya, pada saatnya akan menikmati hasil perjuangan dan pergumulannya. Murid yang baik, tertib, dan taat, pada saatnya akan menuai kemuliaan sebagai buah dari ketekunannya.
Senada dengan hal tersebut, Nabi Yesaya mengajarkan bahwa hamba yang taat adalah seseorang dengan lidah dan telinga seorang murid. Hamba yang taat digambarkan sebagai murid yang harus bersedia dan rela hati mendengarkan. Bukan mendengarkan secara sepintas atau sambil lalu melainkan mendengarkan dengan cermat.
Mendengarkan dengan cermat dapat bermakna mendengarkan dengan sungguh-sungguh sehingga jelas: kata demi kata, kalimat demi kalimat, bagian demi bagian secara detil. Dengan begitu, kita dapat menerima informasi dengan baik, lengkap, dan menyeluruh. Kemampuan mendengarkan jenis inilah yang nantinya memampukan seseorang merespon dengan tepat, cermat, dan sesuai dengan kebutuhan mereka yang mengungkapkan.
Itulah pentingnya hamba Tuhan, para pelayan Tuhan memiliki telinga dan lidah seorang murid. Telinga dan lidah yang mau dan bersedia dengan sungguh-sungguh belajar mendengarkan dan memahami persoalan dan beban yang dihadapi umat. Dengan begitu, umat yang letih lesu mendapatkan semangat baru karena yang disampaikan para pelayan perkataan yang mengingatkan, menguatkan, menghibur, membangun, dan menenteramkan. 
Kita memohon dan berharap Roh Kudus mengaruniakan lidah dan telinga seorang murid sebagai bentuk ketaatan kita dan sebagai bekal kita mengerjakan tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan. Amin.

Cara Pandang Yesus



Cara Pandang Yesus
Matius 4: 18 – 22

            Saat kita belajar dulu, mungkin ada salah satu teman yang kita anggap bodohnya keterlaluan. Ibu Bapak yang berprofesi sebagai guru mungkin pernah menghadapi peserta didik dengan kemampuan akademis seperti itu. Meski seorang guru tidak boleh mengecap muridnya dengan cap bodoh, tetapi faktanya memang ada satu dua anak yang kemampuan akademisnya jauh dengan rata-rata anak kebanyakan. Ada guru yang kemudian memiliki istilah-istilah tertentu untuk menyebut anak-anak seperti ini.
Jika kita ke pasar, mungkin kita pernah menjumpai mbah-mbah menunggui tenggok berisi singkong di dalamnya. Kita tidak tertarik sama sekali terhadap jualan mbah-mbah itu. Bahkan melirik saja mungkin tidak. Dalam pikiran kita, “Ah... pohung!”. Tetapi ketika kita ke penjual makanan dan melihat kroket, bolu, cake, puding, dan lain-lain yang berasal dari pohung, kita harus antre untuk mendapatkannya. Kita rela berebut untuk memperolehnya.
Pernahkah kita melihat bebek mengerami telurnya? Sepanjang yang kita ketahui, secara alamiah telur itik dititipkan kepada induk ayam. Meri dan kuthuk tumbuh bersama dengan kebiasaan, perilaku, dan karakteristik berbeda. Yang satu kelompok suka tempat-tempat basah dan berair sedangkan kelompok yang lain suka tempat-tempat yang kering. Induk ayam tidak pernah menyesali perilaku dua kelompok anaknya itu. Dia dengan cinta yang sama memelihara dan melindungi anak-anaknya.
Apa yang kita dapatkan dari tiga ilustrasi di atas? Apakah ada relevansinya dengan bacaan kita pada palam hari ini?

Tuhan Yesus memanggil murid-murid-Nya dari berbagai latar belakang kehidupan. Semua dipanggil dengan cara yang hampir sama dan dengan bahasa yang sama. Mereka diajar dengan cara yang sama, dengan kedisiplinan yang sama, dengan keteladanan yang sama, dengan hati yang sama, dan dengan cinta yang sama.
Tuhan Yesus tidak menyesal ketika masing-masing orang yang dipanggilnya sebagai murid itu tumbuh menjadi Matius, Markus, Lukas, Yohanes sang penulis Injil, Paulus penulis surat-surat, dan bahkan Yudas yang mengkhianati. Tuhan Yesus tidak menyesal murid-murid-Nya menjadi pribadi-pribadi berbeda dengan segala kekhususan dan keunikannya.
 Belajar dari Tuhan Yesus, mari kita layani jemaat Tuhan dengan hati yang sama, kasih yang sama, kedisiplinan yang sama, keteladanan yang sama, jiwa yang sama, dan cinta yang sama. Tuhan menghendaki agar kita tidak memandang latar belakang jemaat yang kita layani. Kita tidak boleh membeda-bedakan dalam pelayanan terhadap mereka. Kita tidak bisa meminta kepada Tuhan umat yang kondisinya semuanya sama. Kita tidak mungkin menuntut Tuhan memberikan orang yang setara semua untuk dilayani. Faktanya pasamuwan kita terdiri atas beragam latar belakang. Kalaupun mereka kemudian menjadi pribadi-pribadi yang unik, menjadi dirinya sendiri, kita tidak gagal melayani mereka. Dan kita tidak perlu menyesalinya.
Tuhan Yesus meneladani kita cara pandang yang seharusnya. Cara memandang umat kepunyaan-Nya dengan cinta Allah yang tidak membeda-bedakan. Semoga Tuhan memberikan kepada kita, para pelayan-Nya, cara pandang seperti cara pandang yang dimiliki Kristus. Amin.