Senin, 15 Februari 2010

सतु lagi

MENULIS RENUNGAN*

Siapa Dapat Jadi Penulis?
Semua orang dapat mengarang. Buta huruf atau tidak, tak ada masalah. Bahkan John Milton pun, dalam keadaan buta bisa menjadi penyair kelas dunia. Orang lumpuh, bisu, tua, muda, laki-laki, perempuan, banci, petani, pedagang. Semuanya. Yang penting dapat mengekpresikan diri. Orang gila juga boleh mengarang. Kabarnya baik sebagai bentuk terapi (Eka Budianta)

Mengapa Harus Menulis?
Penulis bagaikan para pendidik agung:
1. Pemikir yang menghormati kebenaran.
2. Pekerja keras yang ingin menggerakkan hal-hal yang terbaik dalam diri manusia.
3. Pemberani dan penuh keyakinan, meski arah yang dituju penuh mara dan tak disukai banyak orang.
4. Manusia yang melihat dunia sebagai satu keseluruhan, yang tahu bahwa manusia sanggup mengangkat dirinya ke kemuliaan bila ada orang yang mengangkat imajinasinya dan menguraikan pandangannya. (Marion van Horne/yoel m. indrasmoro)
Apa yang Akan Ditulis?
Tulisan yang bersifat kristriani tidaklah mesti ditulis khusus mengenai agama, tapi ditulis dari perspektif filsafat hidup seorang Kristen. Pengenalan akan Tuhan memengaruhi pandangan kita terhadap segala pengalaman yang bersifat fisik, sosial, psikologi, intelektual dan rohani; karena itu kita bisa menulis tentang uang, olah raga, seks, penyakit atau politik. Tuhan relevan di dalam semua bidang praktis ini.

Siapa yang Akan Membacanya?
Siapa pembaca tulisan kristiani? Siswa yang canggih, yang juga membaca buku karangan Camus dan Nietzsche. Siswa yang radikal, yang juga membaca karangan Marx dan Lenin. Para petani pindahan dengan kawanan sapi di ladang. Nyonya-nyonya yang kaya. Pedagang di pasar. Kaum ibu muda yang baru belajar membaca. Anak-anak yang keingintahuannya besar. Kakek-kakek yang duduk di kedai teh.Karena mereka berbeda, orang-orang ini membutuhkan jenis tulisan yang berbeda. Jadi, sebelum menulis, kita mesti menentukan siapa pembaca kita (Mariam Adeney)
Apa Manfaatnya?
Demikian juga Alkitab: ” Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Tugas pertama penulis adalah menemukan dan memakai cara-cara yang membuatnya mampu melakukan hal-hal tadi. Ia harus belajar menggambarkan setiap orang, setiap situasi. Semua pengalaman yang tragis, lucu, memalukan, ganas, tak pantas, indah, atau misterius dapat menjadi bahan tulisannya. Ia harus menyampaikan pengalamannya sendiri, walau mungkin ia tidak mengetahui apakah pengalamannya itu ada artinya bagi orang lain. Tetapi, iniah risiko yang harus diambil secara jujur, karena sering nantinya ia akan disalahtafsirkan orang.
Jarang ada penulis yang lahir dengan kemampuan menggunakan kata-kata secara baik. Setiap penulis harus berlatih sampai ia menguasai seninya. Ia membutuhkan disiplin keras, latihan menulis dan menulis ulang (rewrite) yang berat dan berjam-jam.


Bagaimana Kiatnya?
Penulis, yang ingin tulisannya dibaca orang lain, perlu menyadari bahwa ia harus menulis jelas dan sederhana, ringkas dan logis. Bukan hanya keahliannya, tetapi ketulusan, karakter dan pengetahuannya tentang hakikat manusialah yang membuat tulisannya berpengaruh.
Penulis juga harus cepat menyadari bahwa ia bukanlah pencipta asli. Kata-kata yang digunakan dan pemikiran-pemikiran yang diungkapkannya selalu merupakan gema dari sesuatu yang diluar jangkauan imajinasinya yang lemah.
Bagaimana Langkah Praktisnya?
1. Menentukan Ayat Alkitab
2. Menemukan Berita/Isi
3. Menulis Renungan
4. Menyunting Renungan
5. Menyempurnakan Renungan
6. Publikasi


*Disampaikan dalam pelatihan menulis renungan oleh Komisi Studi Pengembangan GKJ Wonogiri Utara.

दिबुंग sayang

Bawaleksana, Manunggal,
Wutuh

Manunggal ing swargo trusing manembah. Sengkalan ini tertulis di atas pintu Gereja Wonokarto, gereja induk GKJ Wonogiri Utara (GKJ WU). GKJ WU dewasa pada tahun 2001. Itu berarti, tahun 2009 GKJ WU memasuki usia ke-8 atau sewindu. Ulang tahun gereja sekaligus ulang tahun tahbisan pendeta, Pdt. Nani Minarni, S.Si.
Ulang tahun ke-8 disepakati untuk dirayakan secara khusus. Khusus yang dimaksud di sini, seluruh pelayanan gereja dalam satu tahun dirangkai sebagai peringatan syukur atas pemeliharaan Tuhan selama delapan tahun. Mengapa peringatan perlu dikhususkan? Apa istimewanya angka delapan? Bukankah angka itu sama dengan angka-angka lain dalam hitungan bilangan?

Memang, angka 8 hanyalah urutan bilangan setelah angka 7. Namun demikian, tanpa bermaksud memagiskan, mengeramatkan, atau bahkan memberhalakan, kita membaca bahwa penciptaan manusia dilakukan Tuhan setelah hari ke-7 (Kejadian 2 : 1-7). Penciptaan manusia dilakukan Tuhan setelah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya. Kalau memang demikian, apa hubungannya dengan ulang tahun ke-8 GKJ WU?

Kesannya memang gathuk entuk, serampangan, khas teologi kaum awam. Tetapi tidaklah berlebihan atau bahkan mengada-ada, jika penghayatan ini kemudian menjadi alasan perayaan ulang tahun sewindu dilakukan dengan istimewa. Kita semua menyadari bahwa Tuhanlah yang berkenan mendewasakan GKJ WU pada tahun 2001. Tahun-tahun berikutnya dipahami oleh umat bahwa Tuhan sedang memperlengkapi GKJ WU untuk semakin menunjukkan kedewasaannya sebagai gereja. Tahun ke-8, kesempatan berharga untuk melakukan refleksi terhadap tujuh tahun perjalanan. Kesempatan untuk becermin. Melihat potret diri secara jujur. Bagian mana yang sudah baik dan perlu ditingkatkan. Terlebih lagi bagian yang masih berlepotan yang perlu dipermak, didempul, atau bahkan dihilangkan.

Refleksi diri membuat seluruh umat menyadari bahwa perjalanan sebagai gereja dewasa sebenarnya baru dimulai. Tahun-tahun awal ibarat hari-hari penciptaan, tidak ada satu pun hal yang sempurna. Tahap demi tahap hingga tahun ke-7 Tuhan berkarya membentuk diri GKJ WU. Tahun ke-8 adalah tahun umat menyambut karya Tuhan itu, menanggapi, dan mempertanggungjawabkannya. Tahun-tahun mendatang tentu semakin berat beban tanggung jawab yang diemban. Dinamika kehidupan umat dan masyarakat akan semakin kompleks. Sebagai gereja dewasa, GKJ WU harus menunjukkan kedewasaannya itu. Bukan sekadar dewasa dalam mengatasi masalahnya sendiri. Lebih dari itu, dewasa dalam mengatasi persoalan kehidupan yang lebih luas. Berlebihankah jika semangat bawaleksana, Manunggal, dan Wutuh dikobarkan dalam peringatan sewindu ini?
Bawaleksana mengandung makna berjiwa besar, memegang teguh kata-kata, bertindak bijaksana, mampu melindungi semua yang ada di bawah tanggung jawabnya, mampu bersifat menjaga amanah dan berbuat adil berdasarkan kejujuran (Ulangan 32:4; I Raja-raja 3:9; Amsal 12:17; Zakaria 8:16). Bawaleksana adalah sifat, sikap, sekaligus laku perbuatan yang harus ada dalam gerak pelayanan gereja. Bawaleksana merupakan karakter yang harus diusahakan mewujud dalam praktik pelayanan sehari-hari. Bawaleksana adalah harapan, cita-cita, sekaligus roh yang mendasari pola pelayanan kini dan masa-masa yang akan datang.

Semboyan bawaleksana sebenarnya hanyalah usaha mengungkap kembali apa yang pernah jadi pergumulan. Saat boyong calon pendeta pada 30 Juni 2000, pihak keluarga dari Kroya menyampaikan harapannya. Semoga calon pendeta nantinya dapat mewarisi sifat, sikap, dan perilaku Ester. Adapun warga jemaat, penatua, dan diaken dapat menjadi Mordekhai-Mordekhai. Masing-masing tumbuh dan berproses bersama dalam pelayanan di ladang pemberian Tuhan, GKJ WU. Sudah selayaknyalah sifat, sikap, dan perilaku Ester maupun Mordekhai nyata dalam cermin hidup bergereja warga GKJ WU tanpa terkecuali.
Manunggal, mencakup manunggalnya pelayan dengan umat, manunggalnya umat dengan sesama, manunggalnya umat dengan masyarakat luas, dan manunggalnya umat dengan alam sekitar. Semuanya itu mendasari gereja untuk Manunggal dengan kehidupan di sekitarnya. Manunggal melalui aktivitas-aktivitas konkret pelayanan sosial. Manunggal lewat kerja sama dengan berbagai lembaga. Manunggal untuk terlibat langsung dan aktif dalam usaha mendorong tumbuhnya kebersamaan. Bersama mencapai tujuan, orientasi, dan visi kehidupan yang lebih baik. Kehidupan dalam rahmat Tuhan.
Wutuh adalah sikap bersatu. Kemauan keras dan hasrat untuk bersatu merupakan salah satu bentuk dari sikap ketakwaan kepada Tuhan. Tetap bersatu sebagai GKJ WU seperti komitmen awal. Gegeran, Gemantar, Tandon, dan Wonokarto. Empat yang satu. Satu yang empat. Dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan berbagai perbedaan dan persamaan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan, perbedaan dan persamaan adalah tanda kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Mahaluhur. Perbedaan tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain sebenarnya bukan alasan untuk terpecah belah.

Perbedaan menghadirkan gerak dinamis untuk saling membutuhkan, saling mengikatkan diri. Jika dapat dipersatukan dalam komposisi yang serasi dan sinergis, niscaya akan menjadi energi positif dan kreatif menuju hidup yang semakin baru. Hidup baru yang harmonis membawa umat memiliki satu tujuan hidup, melayani Tuhan dalam ungkapan syukur.

Sewindu GKJ WU menyadarkan betapa Allah sangat mengasihi gereja ini. Kasih itu nampak bukan saja melimpahnya berkat. Melalui kritik, otokritik, saran, maupun masukan berbagai pihak, Tuhan sedang mendewasakan gereja-Nya.
Selamat Ulang Tahun GKJ WU, Tuhan memberkatimu!


Ely Prihmono Suwarso Putro

Sabtu, 06 Februari 2010

Inovasi

PENERAPAN METODE PUBER
DALAM PEMBELAJARAN PEMENTASAN DRAMA DI SMA

(Model Pembelajaran Berbicara di SMA Kristen 1 Surakarta)
Ely Prihmono Suwarso Putro

PENDAHULUAN
Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek keterampilan berbahasa. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pelaksanaan, keempat aspek tersebut perlu diusahakan atau minimal mencakup dua aspek. Misalnya, (1) mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, (2) membaca, berbicara, dan menulis, atau (3) menulis dan berbicara (BSNP, 2007: iv).
Kompetensi memerankan tokoh dalam pementasan drama termasuk salah satu yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas XI. Kompetensi ini bagian dari standar kompetensi berbicara yang harus dikuasai selama dua semester. Di dalamnya dimuat dua standar kompetensi yaitu memerankan tokoh dalam pementasan drama dan mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama.
Pada dua standar kompetensi tersebut terdapat masing-masing dua kompetensi dasar. Kompetensi dasar yang pertama adalah memerankan tokoh dalam pementasan drama. Kompetensi ini memuat kompetensi dasar menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh dan mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis.
Kompetensi dasar mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama juga mencakup dua kompetensi. Kompetensi tersebut : mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama dan menggunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. Kompetensi-kompetensi tersebut bukanlah kompetensi yang sederhana dan mudah untuk dicapai.
Pencapaian terhadap kompetensi yang tidak sederhana itu memerlukan kesungguhan dan kecermatan dalam proses pembelajarannya. Kesungguhan dan kecermatan menuntut guru lebih bekerja keras dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Guru harus kreatif dalam memilih metode pembelajaran. Guru perlu variatif dalam menentukan media pembelajaran. Guru dituntut inovatif dalam penyajian materi pembelajaran. Dan tentunya, guru siap melakukan perubahan dalam proses pembelajaran.
Tuntutan, harapan, dan kewajiban tersebut sangat berkait dengan dinamika pendidikan yang terus berubah. Minimal, guru harus mengubah paradigma berpikir. Perkembangan dan perubahan di segala bidang telah mengubah ilmu pendidikan. Demikian juga pendidikan bahasa di sekolah. Tantangan perubahan zaman merupakan fakta yang tidak dapat dihindari oleh guru.
Perubahan proses pembelajaran tidak hanya pada cara menyampaikan materi pelajaran di kelas tetapi juga perlu melakukan perubahan dalam sistem penilaian. Sistem penilaian yang dilakukan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan kegiatan pembelajaran. Untuk itulah diperlukan penilaian yang tepat, sesuai dengan aspek yang sedang dinilai.
Kenyataan di lapangan, penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia belum semuanya mengukur kompetensi peserta didik. Penilaian menyimak belum mengoptimalkan keterampilan menyimak informasi secara lisan. Penilaian berbicara belum memberi kesempatan peserta didik berbicara. Penilaian menulis belum semuanya memfokuskan pada produk-produk tulisan siswa.
Sudah saatnya melakukan perubahan dalam praksis pembelajaran bahasa Indonesia. Perubahan dalam kegiatan pembelajaran lebih tepat disebut pembaruan proses pembelajaran. Pembaruan lebih disebabkan oleh tuntutan perkembangan yang terjadi pada peserta didik.
Kondisi peserta didik sangat beragam latar belakangnya. Keberagaman tanpa disadari menjadi kendala dalam kegiatan mengajar belajar. Contohnya, motivasi belajar yang berbeda-beda merupakan salah satu kendala dalam proses belajar mengajar sekarang ini. Selain itu, kendala-kendala lain ditemukan pada konsentrasi, minat, lingkungan, sarana prasarana, waktu, dan lain-lain.
Mengingat begitu kompleksnya masalah belajar mengajar, guru harus sadar bahwa tugasnya tidak hanya mengajar peserta didik. Artinya, tugas seorang guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran kepada murid-muridnya. Guru bertugas menumbuhkan minat siswa terhadap materi pelajaran. Guru bertugas mengembangkan motivasi peserta didik mengikuti pelajaran. Guru juga berkewajiban membangun konsentrasi dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk para siswanya.
Permasalahan pembelajaran di atas menjadi salah satu bagian yang melatarbelakangi tulisan ini. Motivasi yang kurang, konsentrasi yang tidak maksimal, minat yang rendah, rasa percaya diri yang kurang, juga dialami peserta didik dalam pembelajaran berbicara. Tulisan ini menguraikan metode pembelajaran berbicara di SMA hasil penggabungan beberapa strategi. Proses pembelajaran berbicara dalam tulisan ini menggunakan metode yang diberi nama PUBER. PUBER merupakan akronim dari beberapa istilah yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup tulisan ini adalah metode PUBER dalam pembelajaran berbicara di SMA Krsiten 1 Surakarta. Hal-hal yang akan diuraikan meliputi pengertian metode PUBER, langkah-langkah persiapan pembelajaran dengan metode PUBER, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan metode PUBER, teknik penilaian pembelajaran dengan metode PUBER, dan hasil pembelajaran dengan metode PUBER.
SAJIAN DEFINISI
Prediksi Akhir Cerita
Prediksi akhir cerita merupakan tahap pertama dalam metode PUBER. Iskandarwassid (2008 : 288) menyebut prediksi akhir cerita dengan istilah teknik melanjutkan cerita. Prediksi akhir cerita atau teknik melanjutkan cerita adalah kegiatan meramalkan akhir sebuah cerita yang disajikan. Kepada peserta didik disodorkan sebuah penggalan naskah drama. Bagian akhir dari naskah drama tersebut sengaja dihilangkan. Siswa diberi tugas melanjutkan cerita dengan cara menafsirkan akhir dari cerita yang disampaikan kepadanya.
Secara berkelompok, peserta didik diminta mendiskusikan kemungkinan akhir cerita naskah drama tersebut. Cara ini memberi kebebasan kepada tiap-tiap kelompok mengembangkan daya khayal mereka. Berkembangnya imajinasi diharapkan menghasilkan ending cerita yang variatif.
Prediksi akhir cerita dimaksudkan sebagai pelibatan (engage) siswa secara langsung pada aktivitas pembelajaran. Dalam CTL (contextual teaching learning, pelibatan siswa disebut membangun keterkaitan (Johnson, 2006 : 147). Membangun keterkaitan memungkinkan peserta didik memengaruhi konteks tempat mereka tinggal. Dengan membangun keterkaitan, peserta didik diharapkan menemukan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan. Pada akhirnya, kegiatan itu akan sangat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya yang pada giliranya akan berpengaruh pula pada pencapaian keberhasilan seluruh proses pembelajaran.
Ubah Akhir Cerita ke Naskah Drama
Mengubah akhir cerita ke naskah drama merupakan tahap kedua dalam metode PUBER. Pada tahap ini, kelompok-kelompok ditugasi mengubah akhir cerita hasil prediksi mereka ke dalam bentuk dialog naskah drama. Kelompok diberi kebebasan untuk menghadirkan sejumlah tokoh dalam naskah tersebut beserta dengan dialog-dialognya.
Setiap anggota kelompok mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama. Mereka bebas menyumbangkan ide kreatifnya untuk kesempurnaan naskah drama kelompok mereka. Semakin banyak yang menyumbangkan gagasan kreatif semakin sempurnalah naskah drama yang dihasilkan oleh setiap kelompok.
Penyusunan naskah drama secara berkelompok dimaksudkan memberi pengalaman bekerja sama pada setiap siswa. Pola kerja sama diyakini banyak mendatangkan keuntungan bagi peserta didik. Kerja sama dalam menyelesaikan tugas dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit (Johnson, 2006 : 164).
Kerja sama memungkinkan siswa menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar menghargai orang lain, mendengar dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Kerja sama yang tercipta membuat anggota kelompok memiliki keterikatan satu sama lain. Keterikatan tersebut secara emosional memberi keuntungan pada tahap berikutnya. Prinsip kerja sama ini sangat dibutuhkan dalam tahapan-tahapan penerapan metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.
Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan tahap ketiga metode PUBER. Bermain peran merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai dalam pembelajaran keterampilan berbicara tingkat pemula (Iskandarwassid: 2008 : 287). Kegiatan ini dilanjutkan dengan teknik dramatisasi, teknik yang tepat untuk pembelajaran berbicara tingkat menengah dan tingkat lanjut.
Penerapan metode PUBER menggabungkan kegiatan bermain peran dan dramatisasi secara berkelanjutan. Langkah-langkah yang dianggap tepat untuk dilaksanakan pada tahap ini disampaikan oleh Shaftel. The Shaftels suggest that the role-playing activity consist of nine steps: (1) warm up the group, (2) select participants, (3) set the stage, (4) prepare observers, (5) enact, (6) discuss and evaluate, (7) reenact, (8) discuss and evaluate, and (9) share expreriences and generalize (Joyce, 1996 : 94).
Kegiatan bermain peran melibatkan peserta didik dalam situasi tertentu yang telah direncanakan. Mereka diminta membayangkan situasi yang dimasukinya dan harus bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Kegiatan ini menciptakan kemungkinan pelatihan bagi peserta didik untuk memperoleh keterampilan seperti yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
Dalam PUBER, peserta didik memerankan tokoh-tokoh yang terdapat pada teks drama kreasi mereka. Anggota kelompok berdiskusi untuk menentukan dan memilih tokoh-tokoh yang akan diperankan. Mereka dapat membicarakan secara akrab peran yang diinginkan atau peran yang cocok dengan karakter masing-masing.
Teks buatan sendiri diharapkan lebih mudah dipahami dan dihayati. Dengan demikian, penghayatan terhadap tokoh dan karakternya juga lebih mudah diperankan.
Evaluasi
Tahap keempat dalam penerapan metode PUBER adalah evaluasi. Karena PUBER dipakai dalam pembelajaran berbicara, instrumen penilaian yang dipergunakan adalah instrumen untuk penilaian berbicara.
Evaluasi dalam PUBER menerapkan authentic assesment, penilaian otentik. Penilaian otentik melepaskan siswa dari tekanan-tekanan selama proses penilaian (Kaufman, 1980). Teknik penilaian menggunakan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas (classroom based assesment). Dalam hal ini, penilaian mengacu buku Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi (BSNP, 2007).
Penilaian yang tepat digunakan untuk mengukur kompetensi berbicara adalah teknik penilaian unjuk kerja. Kompetensi setiap siswa diamati menggunakan lembar pengamatan yang sekaligus dipakai untuk lembar penilaian (Nurgiyantoro, 2001: 276-296). Aspek-aspek yang dinilai didasarkan pada indikator pencapaian kompetensi. Alat penilaian atau instrumen yang dipergunakan adalah rating scale (skala penilaian) dengan penyesuaian secukupnya (BSNP, 2007: 8).
Refleksi
Refleksi dilakukan dengan mengumpulkan catatan-catatan yang dibuat oleh guru maupun pengamat lain selama proses pembelajaran berlangsung. Catatan-catatan didentifikasi untuk dianalisis. Hasil analisis dikelompokkan ke dalam hal positif dan hal negatif. Hal-hal positif dimaksudkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Adapun hal-hal negatif yang ditemukan harus dicari solusinya.
Refleksi dilakukan untuk mentransformasi pernyataan menjadi pertanyaan (Syamsuddin A.R., 2007 : 195). Seluruh data dipahami sebagai fakta yang harus ditafsirkan secara jujur. Kelebihan maupun kekurangan memungkinkan dirumuskannya rekomendasi untuk tindakan perbaikan.
Mengacu apa yang disampaikan oleh Shaftel di atas, refleksi meliputi kegiatan discuss and evaluate, reenact, discuss and evaluate (tahap kedua), dan share expreriences and generalize. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran pementasan drama dengan metode PUBER membantu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan.
Analisis Hasil Kegiatan Pembelajaran
Hasil Prediksi Akhir Cerita
Prediksi akhir cerita drama ditanggapi peserta didik sangat antusias. Mereka merasa diberi kepercayaan dan kesempatan berekspresi. Hal tersebut tampak pada kegiatan diskusi yang berlangsung. Setiap peserta didik berusaha menyampaikan pendapat dan penghayatannya terhadap naskah yang dibacanya.
Prediksi terhadap akhir cerita drama ”Domba-domba Revolusi” sangat beragam. Hal ini menunjukkan imajinasi peserta didik berkembang dengan baik. Mereka melakukan penghayatan berdasar pemahaman dan kreativitas berpikir mereka. Penghayatan ini menjadi indikator penguasaan kompetensi peserta didik terhadap cerita drama tersebut.
Dari sepuluh hasil prediksi akhir cerita, ada dua bagian besar yang perlu dicermati. Dua bagian besar itu didasarkan oleh dua tanggapan peserta didik. Tanggapan pertama didasarkan pada empati terhadap tokoh-tokoh drama. Tanggapan kedua didasarkan pada kemungkinan nasib tokoh-tokoh drama di tengah konflik dan situasi perang.
Empati yang ditunjukkan kepada tokoh-tokoh drama dapat ditemukan pada beberapa akhir cerita berikut ini. (1) Penyair dan perempuan menikah dan membangun sebuah losmen baru di Kota Tengah tersebut. (2) Akhirnya perempuan dan penyair pergi dari kota itu dan menikah di kota lain, melupakan kenangan buruk kota itu dan membangun kehidupan baru yang mereka inginkan. (3) Akhir cerita bahagia dan romantis. Si perempuan dan penyair akhirnya bersatu dalam pernikahan di tengah kota yang kacau. (4) Keadaan pun menjadi aman karena para tentara sudah ditarik mundur dan keadaan mulai berangsur-angsur baik, penyair dan perempuan menjadi pasangan suami isteri.
Tanggapan yang didasarkan pada kemungkinan nasib tokoh di tengah konflik dapat dicermati pada akhir cerita berikut ini. (1) Perempuan dan penyair menikah, tetapi di hari pernikahan itu datang seorang tentara yang membunuh penyair. (2) Semua tokoh meninggal dunia karena diserbu oleh tentara musuh. (3) Akhirnya keempat lelaki dan seorang perempuan pemilik losmen tewas, karena losmen yang mereka tinggali telah dihancurkan oleh tentara musuh dengan bom. (4) Beberapa saat setelah penyair dan perempuan asyik ngobrol, datanglah tentara-tentara yang tidak dikenal. Mereka merusak dan menjebol pintu losmen tersebut. (5) Si penyair akhirnnya rela mati demi melindungi si perempuan pemilik losmen dari tembakan musuh. Setelah penyair mati, mereka semua pindah ke kota lain yang lebih aman. (6) Cerita berakhir dengan menyedihkan dan mengharukan, penyair meninggal dunia disusul perempuan pemilik losmen.
Naskah Drama
Kegiatan mengubah akhir cerita menjadi naskah drama memotivasi peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Minat mereka terhadap KBM meningkat. Diskusi kelompok dalam kegiatan penyusunan naskah lebih bergairah. Masing-masing peserta didik berusaha menyumbangkan ide secara sukarela seiring dengan dinamika pembicaraan dalam kelompok.
Produk hasil diskusi kelompok dapat dikatakan baik. Terbukti, naskah drama hasil perubahan cukup baik. Dialog-dialog yang ditulis meski pendek-pendek cukup memberi gambaran watak masing-masing tokoh.
Dari dua contoh yang disajikan di atas, naskah drama kreasi peserta didik sudah dilengkapi dengan catatan dan narasi-narasi yang membantu pementasan. Catatan dan narasi sangat berguna untuk persiapan pementasan. Di samping itu, membantu pemeran dalam menghayati peran masing-masing.
Nilai Pementasan Peserta Didik
Hasil penilaian terhadap pementasan naskah drama cukup baik. Dari tabel penilaian, nilai terendah 51 sedangkan nilai tertinggi 89. Rata-rata kelas nilai peserta didik 66,10. Rata-rata kelas 66,10 lebih dari cukup.
Paparan nilai peserta didik dalam pementasan memberi gambaran yang sangat jelas hasil pembelajaran. Dari 29 orang, dua peserta didik (6,89 %) mendapat nilai kurang dari 60. Sebanyak 21 peserta didik (72,41 %) mendapat nilai di antara 60 – 69. Dua peserta didik (6,89 %) mendapat nilai di antara 70 – 79. Adapun empat peserta didik (13,79 %) mendapat nilai di antara 80 – 90.
Data nilai di atas menunjukkan tingkat efektivitas pembelajaran dengan metode PUBER. Efektivitas berkaitan dengan tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Efektivitas yang tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan peserta didik dalam seluruh rangkaian proses belajar. Seluruh peserta didik, tanpa terkecuali, terlibat aktif dalam tahapan-tahapan PUBER.
PENUTUP
Simpulan
Metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama cukup efektif. Efektivitas tersebut dapat dilihat pada beberapa hal di bawah ini.
1. Motivasi peserta didik cukup tinggi dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Partisipasi peserta didik cukup tinggi dalam proses belajar mengajar yang belangsung.
3. Tingkat keterlibatan peserta didik sangat intens dalam seluruh tahapan pembelajaran.
4. Peserta didik sangat antusias dalam mengikuti seluruh tahapan pembelajaran.
5. Hasil penilaian terhadap pementasan cukup memuaskan.
Saran
1. Metode PUBER agar dicoba sebagai variasi pembelajaran berbicara, khususnya drama, untuk mengatasi kejenuhan peserta didik maupun guru.
2. Metode PUBER agar dijadikan alternatif dalam pembelajaran berbicara di SMA.
3. Metode PUBER agar diteliti untuk mengetahui tingkat efektivitasnya dalam pembelajaran berbicara di SMA.
4. Metode PUBER agar diteliti lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keilmiahan hasil yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
——– 2007. Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Genesee, Fred and John A. Upshur. 1996. Classroom-based Evaluation in Second Language Education. Cambridge: Cambridge University Press.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.
Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching and Larning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Penerjemah: Ibnu Setiawan). Bandung: MLC.
Joyce, Bruce and Marsha Weil. 1996. Models of Teaching (5th ed.). Needham Height, Mass. : A Simon & Schuster Company.
Kaufman, Roger and Susan Thomas. 1980. Evaluation Without Fear. New York: New Viewpoints.
Keraf, Gorys dan J.D. Parera. 2003. Terampil Berbahas Indonesia 2.(Edisi Revisi). Jakarta: Balai Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Edisi Ketiga). Yogyakarta: BPFE.
Syamsuddin A.R. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa (Cetakan kedua). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

Empati

Cerita Seorang Teman
(Sebuah Kenangan Korban Narkoba)

Seorang teman bercerita kepadaku:
Hidup kita ini hanyalah sebatas bilangan hari
Banyak pilihan untuk mengisi
Kalau ada senang mengapa pilih susah
Kalau ada gembira mengapa pilih derita
Kalau ada suka mengapa pilih duka
Kalau ada bahagia mengapa pilih nestapa

Begitulah katanya kepadaku sambil menghisap barang haram
Hisap hisap hisap
Dia melayang meninggalkan dunia nyata
Apa yang di benaknya hanya gembira
Dia melayang meninggalkan dunia nyata
Menikmati surga dalam mimpinya

Seorang teman bercerita kepadaku:
Hari ini dunia benar-benar berduka
Seonggok mayat kaku di pinggir desa
Seorang pemuda masih belia
Hari-harinya sebenarnya masih panjang
Sayang
Dia mati muda
Mimpi membawanya pada bencana

Demikian katanya kepadaku
Sambil menunjukkan sisa hisapan kematian
Dia bercerita dengan wajah duka
Air mata di sudut pelupuknya
Hari ini dunia benar-benar berduka