Jumat, 11 Desember 2009

ट्रेन

Monumental Gallery Batik Solo


Membicarakan batik seakan tidak kehabisan inspirasi dan topik. Pembicaraan tentang batik selalu menyedot perhatian banyak orang meski dengan asumsi dan pretensi yang beragam. Batik sebagai warisan kekayaan budaya (heritage) menyimpan daya tarik, bukan saja sebagai karya seni tetapi lebih daripada itu sebagai bagian karya budaya yang bernilai adiluhung. Sebagai komoditas bisnis pun, batik tidak diragukan lagi potensi dan peran ekonominya.

Kota Surakarta yang lebih familiar disebut Solo ternyata menyimpan sejarah panjang dan sangat berharga berkaitan dengan batik. Kekayaan budaya ini tersimpan pada beberapa situs batik yang penting. Situs ini wajib dijaga kelestariannya sehingga pada saatnya dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Situs batik merupakan salah satu kekayaan spektakuler kota Solo. Dikatakan spektakuler karena batik Kota Bengawan tentu memiliki eksotisme yang berbeda dengan batik kota lain.
Adalah Kampung Batik Laweyan dan Kampoeng Wisata Batik Kaoeman. Kedua tempat ini tentu sudah sangat sering kita dengar keberadaannya. Apakah kita sudah mengenal keduanya? Daya tarik apa saja yang terdapat di dalamnya?

Sebagai warisan budaya dan daya tarik wisata budaya, kedua kampung ini belum mendapat sentuhan selayaknya, apalagi dikemas sebagai paket wisata yang marketable. Lembaga pariwisata dan budaya perlu mencatat dua kawasan tersebut sebagai obyek unggulan ketika menerbitkan buku panduan mengenai pariwisata Surakarta. Bukan hal berlebihan jika kampung seni itu diusulkan masuk peta wisata Indonesia. Dengan demikian, tidak hanya wisatawan lokal atau Nusantara yang menikmatinya. Siapa tahu, biro wisata luar negeri tertarik sehingga wisatawan mancanegara pun berbondong-bondong menyempatkan singgah di sana.

Monumental Gallery Batik Solo
Kampung Batik Solo menyimpan potensi besar untuk menjadi aset kota. Tentu, diperlukan goodwill dan perencanaan yang matang dan menyeluruh dari pemangku kewenangan. Dibutuhkan juga adanya kajian holistik agar niat baik dan visi ke depan yang baik ini tidak menyisakan persoalan (masalah psikologi masyarakat, sosial, budaya, maupun politik) di kemudian hari. Rembug kampung yang ditradisikan lagi dapat dimaksimalkan untuk menggagas persoalan ini, di samping studi empiris yang relevan.

Kampung Batik Solo dapat disulap menjadi salah satu landmark kota yang tidak kalah dengan bangunan lain yang bersaing didirikan saat ini. Memang tidak mudah mengubah sesuatu yang telah ada dari generasi ke generasi. Apa lagi jika hal ini berkaitan dengan hajat hidup, kepentingan, dan sensitivitas emosi tertentu. Namun sejalan dengan roh Solo The Spirit of Java, sudah saatnya Solo menjadi sumber inspirasi, the real spirit of Java.

Mengubah Kampung Batik Solo bukan berarti merombak atau merobohkan yang sudah ada. Mengubah dalam hal ini sebatas mempercantik penataan dan penampilan sehingga layak untuk diabadikan, selanjutnya dijual kepada wisatawan atau siapapun yang memiliki sense of batik. Kampung dapat direvitalisasi dari segi artistik, arsitektur, maupun penataan ruang sehingga menjadi semacam monumental gallery. Apa itu monumental gallery?

Monumental gallery dalam konteks kampung batik adalah tetap mempertahankan eksotisnya sebuah kampung. Ini berkaitan dengan karakteristik kampung sebagai monumen yang menyejarah. Sedangkan galeri berkaitan dengan setting baru sesuai dengan berbagai macam kebutuhan dan tujuan. Misalnya, disediakan tempat untuk ruang pajang sebagai etalase bisnis batik. Ada sudut khusus untuk studi dan belajar batik. Ada lokasi untuk penelitian batik; tempat meneliti sejarah, perkembangan, maupun kompleksitas persoalan tentang batik. Mungkin perlu juga sebuah ruang rembug batik, tempat bertemunya komunitas batik, penikmat batik, pemakai batik, dan akademisi. Di tempat ini mereka bisa diskusi, dialog, atau sekadar berbincang nasib batik.
Yang tidak kalah penting tentu saja museum batik, tempat menyimpan sejarah dan uba rampe perbatikan yang perlu dilestarikan sebagai warisan budaya. Museum batik tidak hanya menyimpan koleksi batik Solo, tetapi juga kekayaan batik seluruh Indonesia.
Monumental Gallery Batik Solo, galeri seluas kampung, diharapkan mewadahi seluruh potensi batik yang ada. Anda menginginkan apa? Jalan-jalan sekadar menikmati keindahan dan keragaman batik? Ataukah akan memuaskan hobi shopping batik? Mencari kekayaan koleksi batik? Menikmati keasyikan membatik? Kepengin belajar membatik? Tertarik melakukan studi dan penelitian batik? Selamat datang di Monumental Gallery Batik Solo!

Drs. Ely Prihmono Suwarso Putro
Guru SMA Kristen 1 Surakarta

Minggu, 25 Oktober 2009

cermin

CERMIN

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
tatapan bolong menerobos ruang-ruang kosong
mencoba meraih makna di sela-sela suara omong

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
bibir ternganga gagap menangkap butir-butir suara
mengais informasi hakiki sejumlah arti

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
kerutan dahi mewarnai jidat-jidat warna coklat
mencari sekerat makrifat pada sejumlah kalimat

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
wajah-wajah dari tubuh yang limbung
wajahku sendiri pada saat itu

Rabu, 14 Oktober 2009

Riset

POLA KALIMAT IMPERATIF DAN INTEROGATIF
TUTURAN ANAK USIA LIMA TAHUN


Ely Prihmono Suwarso Putro


Abstrak

Fokus penelitian ini adalah kalimat imperatif dan kalimat interogatif anak usia lima tahun. Pada usia ini, kalimat imperatif dan interogatif sangat dominan pada tuturananak. Analisis dilakukan untuk menemukan pola-pola kalimat imperatif dan interogatif. Hasilnya, kalimat imperatif anak usia lima tahun berupa kalimat imperatif suruhan/perintah, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif ajakan, kalimat imperatif peringatan, kalimat imperatif ancaman, kalimat imperatif permintaan, dan kalimat imperatif dengan kata penunjuk tempat. Adapun kalimat interogatif anak usia lima tahun berupa kalimat interogatif berbentuk pendek, kalimat interogatif dengan kata tanya, kalimat interogatif dengan kata seru, kalimat interogatif dengan sapaan penanda kesantunan, kalimat interogatif permintaan persetujuan, kalimat interogatif dengan kata penanda waktu, dan kalimat imperatif parsial.

Kata kunci: pola kalimat, imperatif, interogatif, usia lima tahun


PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardjowidjojo, 2003: 16). Pemakai bahasa pada umumnya tidak pernah merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang sangat rumit. Padahal, bahasa yang mereka miliki dan pakai merupakan hasil proses panjang dengan tahap-tahap yang kompleks dan sangat rumit permasalahannnya. Proses yang rumit dan kompleks selama belajar bahasa ini dalam linguistik disebut dengan istilah pemerolehan bahasa (language acquisition).
Pemerolehan bahasa diartikan sebagai periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosakata baru. Periode pemerolehan bahasa berlangsung hampir sepanjang masa (Iskandarwassid, 2008: 84). Menurut para ahli, anak akan mencapai tingkat penguasaan bahasa orang dewasa dalam waktu kurang lebih 25 tahun. Dalam kurun waktu itu, anak selalu berusaha menyempurnakan pemerolehan bahasanya dengan menambah penguasaan kosa kata, mempertajam pemahaman tatabahasa, dan hal-hal lain yang menyangkut seluk beluk bahasa.
Kemampuan memperoleh bahasa bagi setiap orang merupakan hal yang unik. Pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit antara aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Pemerolehan bahasa juga mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba, tanpa disadari (Iskandarwassid, 2008: 84). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemerolehan bahasa dibangun sejak semula oleh anak. Prosesnya dilakukan dengan memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir. Proses tersebut diperkaya dengan beraneka ragam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.
Kebebasan bahasa dimulai sekitar usia satu tahun di saat anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Mackey (dalam Iskandarwassid, 2008: 86) menyatakan bahwa pada usia 4-5 tahun, pemahaman anak makin mantap walaupun masih sering bingung dalam hal menyangkut waktu. Kosa kata aktif bisa mencapai dua ribuan, sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Pada usia ini anak mulai belajar berhitung di samping mulai berkomunikasi dengan menggunakan kalimat-kalimat yang agak rumit.
Bersamaan dengan proses pertumbuhan anak balita, terjadi juga proses pemerolehan bahasa. Pada usia lima tahun, setiap anak yang normal dapat berkomunikasi dengan bahasa yang digunakan di lingkungannya. Hal ini terjadi sesuai dengan perkembangannya walaupun tanpa pembelajaran formal. Pada usia lima tahun pula, umumnya anak-anak sudah menguasai sistem fonologi, sintaksis dan semantik dari bahasa pertamanya. Mereka belajar bahasa secara alamiah sampai batas usia tertentu.
Ada tiga pandangan dalam proses belajar bahasa anak. Pandangan tersebut berdasar teori behaviorisme, teori nativisme, dan teori kognitivisme (Kristianty, 2006: 29). Masing-masing pandangan mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda dalam menyampaikan argumentasinya. Namun demikian mereka sepakat bahwa kemampuan berbahasa seorang anak dipengaruhi dan berkembang oleh interaksinya dengan orang dan dunia sekitarnya.
Berdasar interaksi yang terjadi tersebut, kemampuan berbahasa setiap anak berkembang secara variatif. Sama-sama berusia lima tahun misalnya, mereka memiliki penguasaan bahasa yang berbeda satu dengan yang lain. Kemampuan itu dapat dicermati dari kegiatan berbahasa mereka, baik yang dilakukan dengan teman-teman sebaya maupun dengan orang-orang dekat di sekitarnya.
Kemampuan mereka dalam berbahasa dapat dikategorikan baik. Bahasa yang mereka pergunakan dapat diterima oleh kawan bicara dengan baik pula. Bahkan secara tegas Kennedy (2006) menyatakan, pada usia 6-8 tidak ada kesukaran untuk memahami kalimat yang biasa dipakai orang dewasa sehari-hari.
Pada usia ini anak-anak mulai belajar membaca. Aktivitas membaca dengan sendirinya menambah perbendaharaan kata. Anak-anak juga membiasakan diri dengan pola kalimat yang agak rumit. Pada usia ini bahasa ibu pada dasarnya sudah dikuasainya sebagai alat untuk berkomunikasi. Bagaimana hal ini mungkin terjadi?
Teresa J. Kennedy (2006) dalam artikelnya Language Learning and Its Impact on the Brain: Connecting Language Learning with the Mind Through Content-Based Instruction menyampaikan bagian-bagian otak yang didedikasikan kepada bahasa. Dalam artikel tersebut dikemukakan juga teori kekenyalan otak dan pemetaan bahasa, daya ingat dan pemrosesan informasi, pengembangan dan penggunaan rencana pembelajaran bahasa, serta fungsi pembelajaran bahasa dalam mengembangkan otak manusia.
Pusat otak yang berbeda bekerja sama untuk memahami dan menghasilkan kemampuan berbicara (Kennedy, 2006:475). Daerah Broca yang merupakan daerah depan lapisan luar otak yang berhubungan dengan produksi ucapan berfungsi mengatur produksi suara kemampuan bicara. Bagian ini terletak dekat dengan daerah yang dikhususkan dalam rangkaian kata-kata oleh mulut, bibir, lidah, dan pangkal tenggorokan. Daerah Wernicke adalah daerah lapisan luar otak yang berisi bagian penting yang berfungsi membiarkan rumusan arti terkumpul dari kata-kata atau kalimat-kalimat untuk disambungkan menjadi ucapan.
Kalimat yang dihasilkan seorang anak merupakan hasil daerah kerja Broca sekaligus daerah Wernicke. Pemerolehan kalimat / sintaksis pada seorang anak dimulai pada usia dua tahun. Pada usia ini mereka menghasilkan ujaran satu kata, ujaran dua kata, bentuk interogatif, bentuk imperatif, bentuk negatif, struktur modifikasi, nominalisasi, dan pronomina (Dardjowijdjojo, 2000: 124-135). Sejak usia tersebut, kemampuan bersintaksis anak-anak berkembang dengan sangat pesat sejalan dengan frekuensi dan kualitas berkomunikasi yang dilakukannya. Bahkan pada usia lima tahun, anak-anak telah mampu memproduksi kalimat majemuk dalam kegiatan berkomunikasi dengan kawan bicaranya.
Produksi bahasa anak-anak pada usia lima tahun memang semakin beragam. Kemampuan berbahasa mereka juga semakin kompleks. Namun demikian, komunikasi yang dilakukan dengan kawan bicara biasanya didominasi oleh kalimat imperatif dan interogatif. Hal ini sesuai dengan perkembangan kejiwaan yang cenderung melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu sangat besar sehingga mereka selalu bertanya. Demikian juga mereka sering meminta sesuatu sebagai bentuk perintah kepada orang-orang di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini akan secara khusus membahas pola kalimat imperatif dan kalimat interogatif anak-anak usia lima tahun. Untuk memudahkan pembahasan, tulisan ini merumuskan dua permasalahan. (1) Bagaimana pola kalimat imperatif anak usia lima tahun? (2) Bagaimana pola kalimat interogatif anak usia lima tahun?
Dua rumusan masalah di atas menjadi dasar untuk pembahasan selanjutnya sehingga tjuan penelitian tercapai. Adapun tujuan penelitian (1) untuk mengetahui pola kalimat imperatif anak usia lima tahun dan (2) untuk mengetahui pola kalimat interogatif anak usia lima tahun.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap lima anak sebagai sampel penelitian. Masing-masing anak mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Identitas anak-anak tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini. 1. Caca, 4,7 tahun, TK, pekerjaan orang tua guru, komunikasi bahasa Jawa/ ndonesia, pengamatan 18 Mei 2008; 2. Rio, 5,2 tahun, TK, pekerjaan orang tua swasta, komunikasi bahasa Jawa/Indonesia, pengamatan 24 Mei 2008; 3. Luki, 5,2 tahun, TK, pekerjaan orang tua PNS, komunikasi bahasa Jawa, pengamatan 29 Mei 2008; 4. Yoga, 5,8 tahun, TK, pekerjaan orang tua guru, komunikasi Jawa, pengamatan 1 Juni 2008; 5. Afi, 5,1 tahun, TK, pekerjaan orang tua PNS, komunikasi Jawa/Indonesia, pengamatan 8 Juni 2008

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada waktu yang berbeda. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak (Sudaryanto, 1988: 2-7) dengan menggabungkan teknik-teknik yang ada. Teknik yang peneliti pergunakan meliputi teknik sadap, teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Pada penelitian terhadap Rio peneliti terlibat langsung dalam percakapan. Sedangkan pada penelitian terhadap Caca, Yoga, Luki, dan Afi, peneliti hanya menjadi pengamat dan pencatat tuturan yang dihasilkan.
Data yang diperoleh diinventarisasi, direduksi, dan selanjutnya dilakukan kajian secara kualitatif interpretatif. Interpretasi didasarkan pada teori tentang kalimat imperatif dan interogatif dalam bahasa Indonesia. Seluruh informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian dipahami sebagai fakta yang harus ditafsirkan.
Hasil analisis data dijadikan dasar untuk menyusun simpulan. Proses penyimpulan dilakukan dengan cara menggeneralisasikan temuan-temuan penelitian hasil analisis. Hasil akhir disampaikan secara deskriptif.

KAJIAN TEORI
Psikolinguistik
Pemerolehan bahasa anak termasuk dalam kajian psikolinguistik. Oleh sebab itu, sebelum membahas lebih jauh pola-pola kalimat imperatif dan interogatif anak usia lima tahun perlu dikemukakan dalam tulisan ini mengenai psikolinguistik. Hal ini disampaikan sebagai bagian proses pemerolehan bahasa yang terjadi pada anak.
Psikolinguistik juga disebut psikologi bahasa. Caron (dalam Hanna 2005: 4) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah “the experiment of psychological process throug which a human subject acquire and implement the system of natural language”. Clark and Clark (dalam Hanna 2005: 4) menyatakan bahwa psikolinguistik adalah “the field of linguistic or the psichology of language is concerned with discovering the psichological process by which human aqcuire and use language”.
Dua pendapat tersebut memberi penjelasan bahwa psikolinguistik merupakan ilmu yang mampu menjelaskan bagaimana proses kejiwaan dan pengaruh syaraf berperan dalam pemerolehan bahasa. Ilmu ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan bagaimana bahasa dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari oleh pemakai bahasa, dalam hal ini anak-anak.
Psikolinguistik menelaah proses motorik maupun kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang ketika mereka sedang berbahasa. Kemampuan otak dan perkembangan kematangan alat-alat bicara saling berkaitan dalam proses berbahasa. Perkembangan yang paling dominan adalah perkembangan neurologi atau jaringan saraf, termasuk perubahan kejiwaannya. Hal ini secara jelas diuraikan oleh Kennedy (2006) dalam artikelnya. Dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai bagian otak yang secara khusus didedikasikan kepada bahasa.

Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif atau kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk melakukan sesuatu (Moeliono, 1988: 285). Kalimat perintah dapat juga berisi permintaan agar orang memberi informasi tentang sesuatu. Dua hal tersebut sesuai dengan pendapat Rahardi (2005: 79) bahwa kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu tindakan sebagaimana diinginkan si penutur.
Kalimat imperatif mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan kata kerja yang dimaksud dalam kalimat. Kalimat imperatif terdiri atas bentuk imperatif tegas dan imperatif halus. Fokus imperatif tegas dan imperatif halus mengimplikasikan bahwa dalam bentuk imperatif terdapat peringkat kehalusan tuturan. Peringkat kehalusan tuturan imperatif menggambarkan tingkat kesopanan bentuk perintah. Ini mendasari aktivitas berbicara seseorang untuk mempertimbangkan tingkat kesopanan perintah yang diberikan.
Rahardi lebih jauh menyampaikan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa kompleks dan bervariasinya kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia.
Wujud imperatif mencakup dua macam hal (1) wujud imperatif formal atau struktural dan (2) wujud imperatif pragmatik (Rahardi, 2005: 87). Wujud imperatif formal dibedakan lagi menjadi imperatif aktif dan imperatif pasif. Sedangkan wujud imperatif pragmatik dibagi lagi menjadi imperatif perintah, imperatif suruhan, imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif desakan, imperatif bujukan, imperatif imbauan, imperatif persilaan, imperatif ajakan, imperatif permintaan izin, imperatif mengizinkan, imperatif larangan, imperatif harapan, imperatif umpatan, imperatif pemberian ucapan selamat, imperatif anjuran, dan imperatif ngelulu (Rahardi, 2005: 93-116).

Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif atau kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang (Moeliono, 1988: 288). Rahardi (2005: 76) dalam rumusan berbeda menyatakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada si mitra tutur. Seorang penutur yang bermaksud mengetahui sesuatu hal atau suatu keadaan akan bertutur dengan kalimat interogatif kepada mitra tuturnya.
Dalam bahasa Indonesia ada lima cara untuk membentuk tuturan kalimat interogatif. Kelima cara tersebut (1) dengan menambahkan kata apa(kah), (2) dengan membalikkan urutan kata, (3) dengan memakai kata bukan atau tidak, (4) dengan mengubah intonasi kalimat menjadi intonasi tanya, dan (5) dengan memakai kata tanya (Moeliono, 1988: 288; Rahardi: 2005: 77). Partikel –kah yang ditambahkan pada kata apa berfungsi sebagai pemerhalus tuturan. Dengan kata lain, partikel –kah dapat dianggap sebagai salah satu penanda kesantunan dalam kalimat tanya.
Kalimat interogatif dibedakan menjadi dua macam (Rahardi: 2005: 77). Kalimat interogatif jenis pertama disebut kalimat interogatif total. Kalimat ini dimaksudkan untuk menanyakan keseluruhan informasi yang terdapat dalam pertanyaan. Bentuk ini biasanya menanyakan kesetujuan atau ketidaksetujuan kawan bicara atau mitra tutur. Ada dua kemungkinan jawaban yakni mengiyakan (ya atau sudah) dan menidakkan (tidak, bukan, atau belum).
Kalimat interogatif jenis kedua disebut kalimat interogatif parsial. Kalimat ini menanyakan sebagian informasi yang terkandung di dalam pertanyaan. Kata tanya yang dipergunakan dalam kalimat ini ditentukan berdasarkan objek yang dimaksudkan dalam kalimat interogatif parsial (Rahardi: 2005: 78). Apabila menanyakan orang atau hal yang “diorangkan” maka kata tanya yang dipergunakan adalah kata siapa, dari siapa, untuk siapa, dan kepada siapa. Jika yang ditanyakan benda, hewan, dan tumbuhan maka kata yang dipergunakan adalah kata apa, dari apa, untuk apa, atau dengan apa. Kalau yang ditanyakan tempat maka kata yang dapat dimanfaatkan adalah kata di mana, ke mana, atau dari mana. Pertanyaan tentang waktu dapat menggunakan kata bila, kapan, atau bilamana. Pertanyaan tentang perbuatan menggunakan kata mengapa. Pertanyaan tentang bilangan menggunakan kata berapa. Pertanyaan tentang sebab menggunakan kata kenapa.

PEMBAHASAN
Hasil analisis terhadap tuturan lima anak ditemukan sejumlah pola kalimat interogatif. Pola-pola tersebut diuraikan dalam paparan berikut ini.

Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif suruhan/perintah
1) Nggak! Nggak! Aku mau yang itu, ambilin!
2) Sing gedhe dhewe ngarep, terus aku! (Yang paling besar di depan, terus aku!)
3) Saiki ditata meneh gen kabeh isa balapan! (Sekarang diatur lagi biar semua bisa balapan!)
4) Aku sudah bisa. Liaten, ya!
5) Nih, kamu!
6) Kamu nulis dulu!
7) Mas, kowe melu kono wae! (Mas, kamu ikut sana saja!)

Kalimat imperatif larangan
1) Ora entuk nakal-nakalan lo, yo!(Nggak boleh saling mengganggu lo, ya!)
2) Udah. Ih jangan!
3) Sal, kowe aja nabraki! (Sal, kamu jangan nabraki!)
4) Ojo! Mengko kowe diseneni bapakmu! (Jangan! Nanti kau dimarahi bapakmu!)

Kalimat imperatif ajakan
1) Ayo kita balapan!
2) Ayo, Pak!

Kalimat imperatif peringatan
1) Aku nanti nangis lo kalau nggak boleh makan itu!
2) Yen ora gelem dikandhani ora sah melu wae! (Kalau nggak mau dibilangi nggak usah ikut saja!)
3) Sebentar lagi!

Kalimat imperatif ancaman
1) Awas! Ora entuk urik, lo!(Awas! Tidak boleh curang, lo!)
2) Awas nek ora entuk melu! (Awas kalau nggak boleh ikut!)
3) Awas kowe! Mengko tak kandhake bapakku nek wis mulih! (Awas kamu! Nanti kuadukan bapakku kalau sudah pulang!)
4) Nek ora entuk bal-balan mengko tak kandhakke bapak, lo! ( Kalau aku tidak boleh sepak bola nanti kuadukan ke bapak, lo!)

Kalimat imperatif permintaan
1) Ya. Yang itu lo, Bu!
2) Aku, Bi!
3) Bapak, aku minta itu!
4) Aku beli yang itu!

Kalimat imperatif dengan kata penunjuk tempat
1) E, e. Sini!
2) Papah, sini!
3) Ngarep kono! (Depan situ!)
4) Iya rekake. Kene, Bi! (Iya mestinya. Sini, Bi!)
5) E, ora kono. Kono! Tak ajari! (E, bukan situ. Situ! Saya ajari!)
6) Nah, ini caranya. Masukin sini!
7) Sini! Aku ambil sendiri uangnya!

Kalimat Interogatif
Hasil analisis terhadap tuturan lima anak ditemukan sejumlah pola kalimat interogatif. Pola-pola tersebut diuraikan dalam paparan berikut ini.

Kalimat interogatif berbentuk pendek
1) Sedikit minumnya?
2) Mau pulang?
3) Dik Inggid mana?
4) Dik Gebi mana?

Kalimat interogatif dengan kata tanya
1) Dik Gebi mana?
2) Dik Inggid mana?
3) Kaosku dicopot apa ora? (Kaosku dicopot apa tidak?)
4) Iki pite sapa? (Ini sepeda siapa?)
5) V [ve] itu gimana?
6) Apa? Aku nggak boleh makan itu?
7) Sapa sing ngarep dhewe? (Siapa yang paling depan?)
8) Mana spidolnya tadi?
9) Mana yang satu tadi?
10) Pah, tulisannya apa tadi?
11) Yah, gimana lagi tulisannya?

Kalimat interogatif dengan kata seru
1) Thik pakek baju itu, Bi? (Kok pakai baju itu, Bi?)
2) Aku tak melu kono, yo? (Aku ikut sana, ya?)
3) Aku nggak boleh makan itu, to?
4) Seperti yang tadi, to?
5) Gawe dhewe to, mBak?(Buat sendiri to, mBak?)

Kalimat interogatif dengan sapaan penanda kesantunan
1) Gawe dhewe to, mBak?(Buat sendiri to, mBak?)
2) Dik Inggid, mana?
3) Pah, tulisannya apa tadi?
4) Yah, gimana lagi tulisannya?
5) Dik Gebi mana?
6) Mas, awake dhewe entuk melu apa ora?(Mas, kita ikut boleh apa tidak?)

Kalimat interogatif permintaan persetujuan
1) E, e. Aku melu entuk apa ora? (E, e. Aku ikut boleh apa tidak?)
2) Aku tak melu kono, yo? (Aku ikut sana, ya?)
3) Mas, awake dhewe melu entuk apa ora? ( Mas, kita ikut boleh apa tidak?
4) Kaosku dicopot apa ora? (Kaosku dilepas apa tidak?)
5) Apa? Aku nggak boleh makan itu?

Kalimat interogatif dengan kata penanda waktu
1) Mana yang satu tadi?
2) Seperti yang tadi, to?
3) Mana spidolnya tadi?
4) Pah, tulisannya apa tadi?

Kalimat imperatif parsial
1) Kalimat yang menanyakan sesuatu (kata apa)
Contoh: Pah, apa tulisannya tadi?
2) Kalimat yang menanyakan sebab (kata gimana)
Contoh: Yah, gimana lagi tulisannya?
3) Kalimat yang menanyakan manusia/orang (kata siapa)
Contoh: Sapa sing ngarep dhewe? (Siapa yang paling depan?)
4) Kalimat yang menanyakan pilihan (kata mana)
Contoh: Mana spidolnya tadi?

SIMPULAN
Pola kalimat imperatif dan interogatif anak usia lima tahun sangat beragam. Hasil analisis terhadap kalimat-kalimat tersebut dapat disimpulkan berikut ini. Kalimat imperatif suruhan/perintah, larangan, ajakan, peringatan, ancaman, permintaan, dan imperatif dengan kata penunjuk tempat. Kalimat interogatif berbentuk pendek, interogatif dengan kata tanya, interogatif dengan kata seru, interogatif dengan sapaan penanda kesantunan, interogatif permintaan persetujuan, interogatif dengan kata penanda waktu, dan imperatif parsial.


Daftar Pustaka


Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

.................... 2003. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Hanna. 2005. “Adaptasi Bahasa Anak Usia Balita pada Lingkungan Bahasa Baru di Jakarta
Timur”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.52. Tahun ke-11. Januari 2005.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya dan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Kennedy, Teresa J. 2006. “Language Learning and Its Impact on the Brain: Connecting
Language Learning with the Mind Through Content-Based Instruction”.

Kristianty, Theresia. 2006. “Pandangan-pandangan Teoritis Kaum Behaviorisme tentang
Pemerolehan Bahasa Pertama”. Jurnal Pendidikan Penabur, No.06/Th.V/Juni 2006.

Moeliono, Anton M. (Penyunting Penyelia). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Perum Balai Pustaka.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua (Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan
Data). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Senin, 05 Oktober 2009

Refleksi

Lukas 12 : 15 – 21
Nats Amsal 19 :14

Suami :
‘Manisku, aku akan bekerja keras
supaya pada suatu saat kita akan
menjadi kaya.’

Isteri :
‘Kita sudah kaya, sayang, karena
kita saling memiliki. Kelak
mungkin kita akan memmpunyai
banyak uang juga.’

(A. de Mello, S.J.)


Adakah hubungan antara harta kekayaan dengan suami-isteri? Perhatikan dialog di atas! Berpikir, bersikap, dan bertindak praktis dan pragmatis agaknya sudah menjadi bawaan pria pada umumnya, tak terkecuali seorang suami. Entah karena tuntutan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dalih mengasihi keluarga, atau sekadar mengikuti ego bawaannya, aku akan bekerja keras supaya pada suatu saat nanti kita akan menjadi kaya.
Kekayaan ternyata sudah menjadi tujuan (supaya) paling pragmatis bagi sebuah keluarga (paling tidak suami pada dialog di atas). Ia rela dan siap untuk bekerja keras sebagai upaya memperoleh kekayaan itu. Dengan bekerja keras (dan biasanya sangat keras), tenaga yang dibutuhkan lebih besar. Dengan bekerja keras, waktu yang diperlukan lebih banyak. Dengan bekerja keras, pemikiran yang diperlukan juga lebih cermat. Itu artinya energi untuk hal lain akan tersedot. Kesempatan untuk yang lain akan terkurangi. Demikian pula konsentrasi untuk sesuatu menjadi tidak optimal.
Bayangkanlah, satu hari penuh kita mengejar harta. Sampai di rumah loyo. Padahal biasanya masih sempat nonton TV bersama anggota keluarga. Bercengkerama dengan anak-anak yang merindukan kita. Harta yang lebih berharga berupa kehangatan, canda ceria, senyum bahagia, kemesraan, semua ditelan kepenatan dan keletihan. Itu masih belum seberapa. Tidak jarang suasana menyenangkan berubah oleh suasana emosional karena kelelahan.
Kalau sudah demikian, betulkah kita sedang mengasihi keluarga kita? Lihatlah nasihat-nasihat mengenai kekayaan berikut ini. Amsal 13 : 11 ‘Harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya’. Pengkhotbah 5 : 10a ‘ Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya’.Lukas 12 : 15 ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung daripada kekayaan itu’.

Meditasi

SUARA TUHAN, MUSIK BAGI ORANG TULI?
Yesaya 42 : 18 – 23
Nats ayat 20,23


Musik mengalun dengan melodi sangat indah. Ada yang mulai mengetuk-ngetukkan jari di sandaran kursi. Sebagian mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama. Suara tak…tuk….tak….tuk….alas sepatu beradu dengan lantai menambah suasana semakin ceria. Tak berapa lama kemudian semua yang hadir berdiri, selanjutnya terbuai dengan irama musik. Ada yang bergerak dengan lemah gemulai, melangkah maju dan mundur, melenggang-lenggok, berputar-putar, bergeser ke kiri dan ke kanan.

Aku heran melihat keganjilan di sekitarku. Kenapa mereka semua bertingkah laku seperti itu? Seseorang memberitahuku, mereka sedang menari. Mereka menari? Ya, mereka menari mengikuti irama lagu. Mengikuti irama lagu? Lagu apa? Katanya ada musik yang diperdengarkan, dan katanya lagi melodinya sangat indah sehingga semua orang, kecuali aku, tidak kuasa menahan keinginan untuk mengikutinya.

Kelihatannya sangat aneh. Hingga suatu ketika aku mendengar musik iringannya (aku dulunya tuli sama sekali). Barulah aku mengerti. Sungguh-sungguh indah tarian itu, demikian juga melodi lagunya.

Aku liris, itulah yang kita temukan dalam penggalan kisah di atas. Aku pada cerita itu tidak lain adalah kita yang sedang membaca cerita ini. Aku di dalam cerita tersebut adalah……………..(tulis nama kita masing-masing) yang punya telinga tetapi tidak mendengar (Yesaya 42 : 20b ‘engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar). Bahkan kita melihat banyak tetapi tidak memperhatikan (Yesaya 42 : 20a ‘engkau melihat banyak tetapi tidak memperhatikan).

Siapakah di antara kamu yang mau memasang telinga kepada hal ini, yang mau memperhatikan dan mendengarkannya untuk masa yang kemudian? (Yesaya 42 : 23). Kita memang harus memasang telinga untuk mendengar suara Tuhan. Bukan sekadar mendengar, tetapi mengerti dan memahami secara jelas yang dikehendaki Tuhan sehingga kita mampu mengerjakan sesuatu dengan sasaran dan tujuan yang jelas juga. Di sekitar kita banyak teladan: orang-orang yang mendengar, mengerti, dan memahami suara Tuhan sehingga dalam perilaku kesehariannya bisa kita jadikan contoh. Ada orang yang sedemikian besar kasih dan perhatiannya kepada keluarga (anak, isteri/suami, orang tua, saudara), siswa, rekan kerja. Tetapi kadang kita memandang sinis orang tersebut. Ada yang sedemikian besar tanggung jawabnya kepada pekerjaan. Namun kita malah curiga, jangan-jangan…..(itu yang ada di pikiran kita).

Pertanyaan bagi kita sekarang, mengapa ada orang-orang yang bisa berbuat demikian sementara kita tidak? Mengapa mereka mampu mendengar, mengerti, dan memahami apa yan dikehendaki Allah sedangkan kita tuli?

Seperti penikmat musik, orang yang mampu mendengar mampu menikmati; orang yang mampu mengerti mampu merasakan; orang yang mampu memahami mampu menjiwai. Sehingga semuanya itu akan mendarah mendaging terefleksikan dalam seluruh gerak kehidupannya. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar (Markus 4 : 9).

Musik mengalun dengan melodi sangat indah. Ada yang mulai mengetuk-ngetukkan jari di sandaran kursi. Sebagian mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama. Suara tak…tuk….tak….tuk….alas sepatu beradu dengan lantai menambah suasana semakin ceria. Tak berapa lama kemudian semua yang hadir berdiri, selanjutnya terbuai dengan irama musik. Ada yang bergerak dengan lemah gemulai, melangkah maju dan mundur, melenggang-lenggok, berputar-putar, bergeser ke kiri dan ke kanan. OKE……….Mari kita mainkan!

Jumat, 02 Oktober 2009

RENUNGAN OKTOBER

Menajamkan Sesama
Amsal 27:17 Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.

Ibu Bapak yang berusia 50 tahun ke atas tentu paham dengan istilah pande. Pande besi, itu istilah yang lebih lengkap dan lebih mudah dimaknai maksudnya. Di tempat kita, sudah sangat jarang. Di Pasar Wonokarto kadang masih kita temukan di hari pasaran. Beberapa orang masih memanfaatkan jasa mereka untuk mupuhke, mempertajam kembali peralatan yang sudah tumpul. Sabit, cangkul, linggis, golok, dan peralatan lain dari besi atau baja dipanaskan, dipukul, dipanaskan, dipukul, dan seterusnya hingga memiliki ketajaman tertentu. Ketajaman itu menjadikan perkakas dapat digunakan lagi sebagaimana fungsinya.

Pande sudah banyak ditinggalkan. Gerenda menggantikan pande dalam menajamkan peralatan dari besi atau baja. Kemampuan gerenda lebih canggih. Hanya dalam hitungan menit, bahkan detik, peralatan yang semula gabluk berubah mingis-mingis. Kualitas yang dihasilkan melebihi alat yang dipande beberapa jam.

Gerenda terbuat dari bahan keras. Ada unsur besi dan baja yang siap diadu dengan kerasnya bahan yang akan dibuat lebih tajam.

Ibu bapak, bacaan kita hari ini Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya. Kita memang bukan gerenda. Kita juga bukan besi. Kita adalah sesama manusia. Itu berarti bahwa kita menjadi alat yang harus bisa menajamkan sesama kita.

Persidangan hari ini adalah pertemuan antara sesama manusia. Oleh karena itu sidang ini akan sesuai fungsinya jika setiap yang hadir mampu memberi sumbangan bagi semakin tajamnya sesama kita. Tajam dalam memahami persoalan gereja sekaligus tajam dalam mencari solusinya. Tajam membaca keadaan dan menanggapinya dengan bijaksana. Termasuk mempertajam olah rasa melihat saudara-saudara yang mengalami bencana.
Selamat bersidang. Amin.

Selasa, 29 September 2009

artikel pilihan

MENYEGARKAN UDARA SOLO
Sebanyak 11 m³ udara dibutuhkan satu orang untuk bernapas dalam seharinya. Udara yang dibutuhkan tentu udara dengan standar kualitas tertentu. Udara yang tercemar sebagai akibat polusi sangatlah berisiko bagi kesehatan. Masalahnya, seberapa kotor udara yang dikonsumsi setiap hari?

Udara bersih menjadi isu menarik di perkotaan termasuk Solo. Solo sebagai kota tujuan wisata, bisnis, industri, dan pendidikan tidak mungkin menolak kehadiran berbagai moda transportasi. Bus, truk, sepeda motor, dan transportasi penghasil polusi udara tanpa henti membanjiri Kota Solo. Lihatlah suasana lampu lalu lintas saat menyala merah. Bangjo Ngemplak, bangjo Palur, bangjo Faroka, bangjo Dawung, keempatnya menjadi contoh semakin padatnya jumlah kendaraan bermotor. Jumlah knalpot yang berlomba menyemprotkan gas buang beracun tak terhitung banyaknya. Ini baru sebagian penyebab di samping polusi karena industri.

Informasi seberapa tercemar udara Kota Solo sebaiknya dikaji. Pihak berwenang perlu menyosialisasikan kondisi kelayakan udara untuk dikonsumsi. Seberapa ambang batas dan seberapa toleransi yang ditetapkan. Sebab, indikator penyumbang pencemaran udara kondisinya semakin serius. Sudah selayaknya dilakukan analisis komprehensif melibatkan pihak berkompeten. Jangan lupa bahwa pencemaran udara berimplikasi luas terhadap hidup dan kehidupan yang membawa kerugian banyak pihak.

Sejumlah kota besar mencanangkan program green day, one day free, go green, maupun program-program ramah lingkungan lainnya. Program hijau untuk menciptakan paru-paru kota, pabrik oksigen yang membuat napas kota menjadi lega. Paru-paru kota menjamin persediaan udara bersih tercukupi. Program bebas kendaraan merupakan usaha konkret meminimalkan pencemaran udara.

Kota Solo pun pernah menggelorakan semangat solo royo-royo. Usaha penghijauan di setiap sudut kota. Semangat ini perlu digemakan lagi untuk menggelorakan kesadaran warga mengenai pentingnya lingkungan hijau. Belakangan ini gaungnya menyurut menyusul promosi pencitraan Solo yang lebih bernilai bisnis dan ekonomi. Sangat positif jika Solo modern dibarengi juga dengan citra Solo hijau, rindang, dan teduh.Program bebas kendaraan bermotor di Solo rasanya sulit diterapkan. Kebutuhan masyarakat dalam berkendaraan terlanjur tinggi. Perlu dikembangkan pemikiran menuju efektif dan efisiennya penggunaan kendaraan. Solusi alternatif, two in one untuk motor, three in one untuk mobil pribadi, dan pemberdayaan transportasi umum. Uji emisi gas buang juga mendesak direalisasikan. Semoga langit bersih dan Solo tidak sesak napas.

Senin, 28 September 2009

Bahan Ajar Inovatif

KALIMAT PERINGATAN BERLALU LINTAS DI JALAN RAYA
SEBAGAI INOVASI MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Ely Prihmono Suwarso Putro


Pendahuluan
Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh banyak faktor. Materi atau bahan pelajaran merupakan salah satu komponen penting selain komponen pengajar, peserta didik, sarana, dan komponen lainnya. Interaksi antarkomponen sangat penting dalam mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan sebelumnya.
Bahan pengajaran sebagai komponen penting perlu ditetapkan secara cermat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran. Iskandarwassid (2008: 219-220) menyampaikan empat hal yang harus dipertimbangkan. (1) Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan kurikulum sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional. (2) Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan peserta didik pada umumnya. (3) Materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan. (4) Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifak faktual maupunkonseptual.
Materi atau bahan pengajaran ditetapkan dengan merujuk pada tujuan-tujuan instruksional yang ingin dicapai. Materi yang diberikan berguna bagi para peserta didik dan merupakan bahan yang betul-betul penting. Tingkat kepentingan bahan ajar dapat dilihat dari tujuan yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya.
Langkah-langkah menyusun bahan ajar sangat penting diperhatikan. Iskandarwassid (2008: 221) menawarkan beberapa langkah berikut ini untuk dijadikan bahanpertimbangan. (1) Mengidentifikasi nama unit atau topik yang akan diajarkan. (2) Mengidentifikasi generalisasi dan konsep yang dipakai dalam tiap unit atau topik. (3) Mengidentifikasi konsep-konsep dan subkonsep yang meliputi generalisasi. (4) Menyusun generalisasi dan konsep berdasarkan urutan logis. (5) Mengembangkan kerangka rencana untuk setiap unit pelajaran.
Secara khusus tulisan ini menawarkan sebuah inovasi dalam penyusunan materi ajar di SMA. Penulis menawarkan materi ajar berdasar kalimat-kalimat peringatan berlalu lintas di jalan raya. Peringatan-peringatan itu bertebaran di sekitar peserta didik. Bahkan hampir di sepanjang jalan yang dilewati oleh peserta didik, kalimat peringatan itu mudah ditemukan. Materi ini menjadi materi yang sangat kontekstual bagi siswa.
Para pengguna jalan raya termasuk peserta didik sering menemukan kalimat peringatan dalam berlalu lintas. Kalimat-kalimat itu bertebaran di hampir sepanjang jalan. Sadar atau tidak, kalimat itu menjadi bagian dalam mereka berbahasa, khususnya secara reseptif. Ada peringatan yang secara resmi dipampang oleh pihak yang berwenang, polisi dan DLLAJR. Selain itu banyak juga yang dipasang oleh produsen atau pengiklan barang dan jasa. Terlepas dari pihak-pihak yang memasang dan dengan motivasi apapun, kalimat-kalimat itu menarik untuk dicermati.

Metode Penelitian
Tulisan ini adalah kajian secara singkat kalimat-kalimat peringatan berlalu lintas yang ada di jalan raya. Kalimat-kalimat peringatan tersebut dianggap sebagai sebuah wacana. Wacana dalam pemahaman ini adalah disiplin ilmu mulai dari politik, sosiologi, linguistik, sastra, psikologi, komunikasi, dan sebagainya (Eriyanto, 2006: xvi).
Wacana berupa kalimat peringatan berlalu lintas dipakai sebagai data sekaligus sumber data. Kajian dilakukan terhadap bentuk-bentuk peringatan yang ditemukan oleh peneliti. Data dan analisisnya masih sangat sederhana sehingga temuan yang nanti disampaikan dalam tulisan ini masih bersifat simpulan sementara.
Penelitian dilakukan bersamaan dengan perjalanan peneliti pergi-pulang kuliah. Ada beberapa kota yang dilewati oleh peneliti ketika kuliah, yakni Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta (Solo), dan sebagian Kartasura. Selama beberapa kali perjalanan, peneliti mencatat kalimat-kalimat peringatan yang terpampang di pinggir-pinggir jalan. Pencatatan dilakukan berulang agar didapat data yang valid.
Metode pengumpulan data menggunakan metode catat. Data yang diperoleh diinventarisasi, direduksi, dan selanjutnya dilakukan kajian secara kualitatif interpretatif. Interpretasi didasarkan pada teori tentang kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia. Seluruh informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian dipahami sebagai fakta yang harus ditafsirkan. Hal itu dilakukan untuk mempermudah menemukan pola-pola yang ada.

Kajian Teori
Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif atau kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk melakukan sesuatu (Moeliono, 1988: 285). Kalimat perintah dapat juga berisi permintaan agar orang memberi informasi tentang sesuatu. Dua hal tersebut sesuai dengan pendapat Rahardi (2005: 79) bahwa kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar orang kedua melakukan suatu tindakan sebagaimana diinginkan oleh orang pertama atau penyampai informasi.
Kalimat imperatif mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan kata kerja yang dimaksud dalam kalimat. Kalimat imperatif terdiri atas bentuk imperatif tegas dan imperatif halus. Fokus imperatif tegas dan imperatif halus mengimplikasikan bahwa dalam bentuk imperatif terdapat peringkat kehalusan tuturan. Peringkat kehalusan tuturan imperatif menggambarkan tingkat kesopanan bentuk perintah. Ini mendasari aktivitas berbahasa seseorang untuk mempertimbangkan tingkat kesopanan perintah yang diberikan.
Rahardi lebih jauh menyampaikan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa kompleks dan bervariasinya kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia.
Secara singkat, kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia diklasifikasikan menjadi lima macam. Kelima macam kalimat imperatif itu adalah (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan.

  1. 1. Kalimat imperatif biasa
    Kalimat imperatif biasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Kalimat (1) memakai intonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan (3) berpartikel pengeras -lah. Kalimat imperatif ini berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar (Rahardi, 2005: 79).
    2. Kalimat imperatif permintaan
    Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan sangat halus. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, sudilah kirannya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan sangat (Rahardi, 2005: 80).
    3. Kalimat imperatif pemberian izin
    Kalimat imperatif izin adalah kalimat yang dimaksudkan untuk memberikan izin. Kalimat ini ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan silakan, biarlah, diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan (Rahardi, 2005: 81).
    4. Kalimat imperatif ajakan
    Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo (yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, dan hendaklah (Rahardi, 2005: 82).
    5. Kalimat imperatif suruhan
    Kalimat imperatif suruhan digunakan dengan penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan tolong.

    Wujud Formal dan Wujud Pragmatik Imperatif
    Wujud imperatif mencakup dua macam hal (1) wujud imperatif formal atau struktural dan (2) wujud imperatif pragmatik (Rahardi, 2005: 87). Wujud imperatif formal dibedakan lagi menjadi imperatif aktif dan imperatif pasif. Imperatif aktif dibedakan berdasarkan penggolongan verbanya. Bentuk ini dikelompokkan menjadi imperatif aktif tidak transitif dan imperatif yang berciri transitif.
    Imperatif pasif dalam bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi lima macam. Kelima kalimat tersebut (1) imperatif pasif objektif “penderita”, (2) imperatif pasif benefaktif “pengguna” atau “yang menggunakan”, imperatif pasif reseptif “penerima”, (4) imperatif pasif lokatif “tempat”, dan (5) imperatif pasif intrumental “alat” (Rahardi, 2005: 92).
    Wujud imperatif pragmatik dibagi menjadi imperatif perintah, imperatif suruhan, imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif desakan, imperatif bujukan, imperatif imbauan, imperatif persilaan, imperatif ajakan, imperatif permintaan izin, imperatif mengizinkan, imperatif larangan, imperatif harapan, imperatif umpatan, imperatif pemberian ucapan selamat, imperatif anjuran, dan imperatif ngelulu (Rahardi, 2005: 93-116).

    Sajian Data dan Pembahasan
    a. Sajian Data
    Data yang berhasil peneliti inventarisasi selama observasi sebanyak 64 kalimat peringatan. Berikut ini data yang akan penulis analisis berdasarkan teori-teori kalimat imperatif di atas. Analisis dilakukan secara sederhana dengan mengelompokkan pola-pola kalimat imperatif yang ada.
    1. KURANGI KECEPATAN
    2. TIKUNGAN TAJAM
    3. PATUHI BATAS KECEPATAN 50 KM/JAM
    4. KURANGI KECEPATAN RAMAI PENYEBERANG JALAN
    5. ANDA MEMASUKI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS
    6. KURANGI KECEPATAN MASUK KOTA
    7. Kurangi Kecepatan Hati-hati !!! Tikungan Tajam
    8. MARI KITA TERTIB BERLALU LINTAS AGAR TERHINDAR DARI KECELAKAAN
    9. AWAS … !!! HATI-HATI SERING TERJADI KECELAKAAN LALU LINTAS
    10. INGAT …!!! CAPEK LETIH ISTIRAHAT DAHULU HATI-HATI DI JALAN UMUM
    11. HATI-HATI … !!! JALAN DEPAN ANDA BANYAK TIKUNGAN/TANJAKAN JANGAN NYALIP
    12. SEPEDA MOTOR NYALAKAN LAMPU SIANG MALAM
    13. BELOK KIRI SESUAI LAMPU
    14. LEBIH AMAN NYEBRANG DI ZEBRA CROSS TENGOK KANAN, TENGOK KIRI, TENGOK KANAN LAGI, AMAN BARU NYEBRANG
    15. INGAT … !!! JALAN BERGELOMBANG HATI-HATI DIJALAN UMUM
    16. JANGAN NGEBUT HARGAI PENYEBRANG JALAN
    17. HATI-HATI …!!! KURANGI KECEPATAN BANYAK PENYEBRANG JALAN
    18. PATUHI BATAS KECEPATAN DALAM KOTA 50 KM/JAM
    19. JAGALAH ….!!! KEAMANAN, KETERTIBAN DAN KELANCARAN
    20. SEPEDA MOTOR JALUR KIRI NYALAKAN LAMPU SIANG HARI
    21. PAKAILAH HELM STANDART
    22. HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
    23. BAGI PENGEMUDI KENDARAAN UMUM DAN PENGGUNA JALAN TIDAK DIPERKENANKAN BERHENTI PADA POS-POS POLANTAS UNTUK MEMBERIKAN UANG ATAU SESUATU KEPADA PETUGAS POS
    24. TERTIB BERLALU LINTAS CERMIN BUDAYA BANGSA
    25. ANDA SEBAGAI PENUMPANG ….? INGATKAN APABILA SOPIR NGEBUT, UGAL-UGALAN DI JALAN
    26. TAATI PERATURAN LALU LINTAS
    27. HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
    28. LURUS IKUTI LAMPU
    29. JIKA ANDA LELAH … NGANTUK … ! ISTIRAHATLAH
    30. SEPEDA MOTOR WAJIB MENYALAKAN LAMPU
    31. HATI-HATI ADA PANTAUAN BATAS KECEPATAN
    32. AWAS PAKAI HELM STANDART TERNYATA LEBIH KEREN
    33. AWAS! JALAN LICIN
    34. SEPEDA MOTOR NYALAKAN LAMPU GUNAKAN LAJUR KIRI
    35. 500 M POLISI
    36. KAWASAN TERTIB LALU LINTAS TERTIB LALU LINTAS BUAYA ORANG SOLO
    37. GUNAKAN SABUK PENGAMAN ANDA …!!! PASTIKAN KLIK !!! UNTUK KEAMANAN DAN KESELAMATAN ANDA
    38. UTAMAKAN KESELAMATAN DALAM MENGENDARAI KENDARAAN HATI-HATI TIKUNGAN TAJAM
    39. TRUCK, BUS, GUNAKAN LAJUR SEBELAH KIRI
    40. HATI-HATI JANGAN NGEBUT KELUARGA MENUNGGU DI RUMAH
    41. PELAN-PELAN JALAN LICIN SERING TERJADI KECELAKAAN
    42. KURANGI KECEPATAN? BATAS MAKSIMAL DALAM KOTA 50 KM/JAM
    43. HATI-HATI? …. !! KURANGI KECEPATAN RAWAN KECELAKAAN
    44. INGAT! GUNAKAN HELM STANDART
    45. HORMATILAH SESAMA PEMAKAI JALAN
    46. Gunakan Sabuk Keselamatan Bagi Kendaraan Umum, Dan Mobil Pribadi
    47. PATUHI BATAS KECEPATAN
    48. PATUHI RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN PERATURAN LALU LINTAS
    49. GUNAKAN SABUK PENGAMAN
    50. UTAMAKAN KESELAMATAN DALAM MENGENDARAI KENDARAAN
    51. JIKA ANDA LELAH NGANTUK ISTIRAHATLAH
    52. LUAR KOTA 80 KM
    53. KESELAMATAN LEBIH UTAMA BUKAN KECEPATAN
    54. LURUS IKUTI LAMPU SEPEDA MOTOR NYALAKAN LAMPU !!! DISIANG HARI
    55. BATAS KECEPATAN MAKSIMAL DALAM KOTA 50 KM/JAM
    56. GUNAKAN SABUK PENGAMAN ANDA … !!!
    57. HATI-HATI PERLINTASAN KERETA API
    58. BERHENTI ! TENGOK KIRI KANAN SEBELUM MENYEBRANG REL
    59. KAWASAN TERTIB LALU LINTAS
    60. NYALAKAN LAMPU !!!
    61. PATUHI RAMBU LALU LINTAS
    62. BELOK KIRI JALAN TERUS
    63. KURANGI KECEPATAN ZONA SELAMAT SEKOLAH
    64. MARI KITA TERTIB BERLALU LINTAS

b. Pembahasan
Hasil analisis terhadap kalimat-kalimat peringatan berlalu lintas di jalan raya menarik untuk dicemati. Terdapat sejumlah pola yang dapat kelompokkan dari 64 kalimat peringatan tersebut. Sejumlah pola itu dipaparkan dalam uraian berikut ini.
1. Kalimat imperatif dengan partikel –i
a) KURANGI KECEPATAN
b) PATUHI BATAS KECEPATAN 50 KM/JAM
b) KURANGI KECEPATAN RAMAI PENYEBERANG JALAN
c) PATUHI BATAS KECEPATAN DALAM KOTA 50 KM/JAM
d) TAATI PERATURAN LALU LINTAS
e) LURUS IKUTI LAMPU
f) KURANGI KECEPATAN? BATAS MAKSIMAL DALAM KOTA 50 KM/JAM
g) PATUHI BATAS KECEPATAN
h) PATUHI RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN PERATURAN LALU LINTAS
i) PATUHI RAMBU LALU LINTAS
j) KURANGI KECEPATAN ZONA SELAMAT SEKOLAH

2. Kalimat imperatif dengan partikel –kan
a) SEPEDA MOTOR JALUR KIRI NYALAKAN LAMPU SIANG HARI
b) SEPEDA MOTOR NYALAKAN LAMPU SIANG MALAM
c) ANDA SEBAGAI PENUMPANG ….? INGATKAN APABILA SOPIR NGEBUT, UGAL-UGALAN DI JALAN
d) SEPEDA MOTOR WAJIB MENYALAKAN LAMPU
e) SEPEDA MOTOR NYALAKAN LAMPU GUNAKAN LAJUR KIRI
f) GUNAKAN SABUK PENGAMAN ANDA …!!! PASTIKAN KLIK !!! UNTUK KEAMANAN DAN KESELAMATAN ANDA
g) TRUCK, BUS, GUNAKAN LAJUR SEBELAH KIRI
h) INGAT! GUNAKAN HELM STANDART
i) Gunakan Sabuk Keselamatan Bagi Kendaraan Umum, Dan Mobil Pribadi
j) UTAMAKAN KESELAMATAN DALAM MENGENDARAI KENDARAAN
k) GUNAKAN SABUK PENGAMAN ANDA … !!!
l) GUNAKAN SABUK PENGAMAN
m) NYALAKAN LAMPU !!!

3. Kalimat imperatif berisi pesan dengan kata hati-hati
a) HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
b) Kurangi Kecepatan Hati-hati !!! Tikungan Tajam
c) AWAS … !!! HATI-HATI SERING TERJADI KECELAKAAN LALU LINTAS
d) HATI-HATI … !!! JALAN DEPAN ANDA BANYAK TIKUNGAN/TANJAKAN JANGAN NYALIP
e) INGAT … !!! JALAN BERGELOMBANG HATI-HATI DIJALAN UMUM
f) HATI-HATI …!!! KURANGI KECEPATAN BANYAK PENYEBRANG JALAN
g) HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
h) HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
i) UTAMAKAN KESELAMATAN DALAM MENGENDARAI KENDARAAN HATI-HATI TIKUNGAN TAJAM
j) HATI-HATI JANGAN NGEBUT KELUARGA MENUNGGU DI RUMAH
k) HATI-HATI? …. !! KURANGI KECEPATAN RAWAN KECELAKAAN
l) HATI-HATI PERLINTASAN KERETA API

4. Kalimat imperatif berisi peringatan
a) KURANGI KECEPATAN
b) Kurangi Kecepatan Hati-hati !!! Tikungan Tajam
c) AWAS … !!! HATI-HATI SERING TERJADI KECELAKAAN LALU LINTAS
d) HATI-HATI … !!! JALAN DEPAN ANDA BANYAK TIKUNGAN/TANJAKAN JANGAN NYALIP
e) LEBIH AMAN NYEBRANG DI ZEBRA CROSS TENGOK KANAN, TENGOK KIRI, TENGOK KANAN LAGI, AMAN BARU NYEBRANG
f) INGAT … !!! JALAN BERGELOMBANG HATI-HATI DIJALAN UMUM
g) HATI-HATI …!!! KURANGI KECEPATAN BANYAK PENYEBRANG JALAN
h) HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
i) HATI-HATI KURANGI KECEPATAN
j) HATI-HATI ADA PANTAUAN BATAS KECEPATAN
k) 500 M POLISI
l) HATI-HATI JANGAN NGEBUT KELUARGA MENUNGGU DI RUMAH
m) PELAN-PELAN JALAN LICIN SERING TERJADI KECELAKAAN
n) LUAR KOTA 80 KM
o) BATAS KECEPATAN MAKSIMAL DALAM KOTA 50 KM/JAM
p) HATI-HATI PERLINTASAN KERETA API

5. Kalimat imperatif berisi petunjuk
a) BELOK KIRI SESUAI LAMPU
b) LURUS IKUTI LAMPU SEPEDA MOTOR NYALAKAN LAMPU !!! DISIANG HARI
c) BELOK KIRI JALAN TERUS

6. Kalimat imperatif berisi saran
a) KURANGI KECEPATAN
b) PATUHI BATAS KECEPATAN 50 KM/JAM
c) JAGALAH ….!!! KEAMANAN, KETERTIBAN DAN KELANCARAN
d) PAKAILAH HELM STANDART
e) TAATI PERATURAN LALU LINTAS
f) LURUS IKUTI LAMPU
g) JIKA ANDA LELAH … NGANTUK … ! ISTIRAHATLAH
h) UTAMAKAN KESELAMATAN DALAM MENGENDARAI KENDARAAN HATI-HATI TIKUNGAN TAJAM
i) HORMATILAH SESAMA PEMAKAI JALAN
j) PATUHI BATAS KECEPATAN
k) PATUHI RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN PERATURAN LALU LINTAS
l) JIKA ANDA LELAH NGANTUK ISTIRAHATLAH
m) PATUHI RAMBU LALU LINTAS

7. Kalimat imperatif berisi pemberitahuan
a) TIKUNGAN TAJAM
b) ANDA MEMASUKI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS
c) LEBIH AMAN NYEBRANG DI ZEBRA CROSS TENGOK KANAN, TENGOK KIRI, TENGOK KANAN LAGI, AMAN BARU NYEBRANG
d) TERTIB BERLALU LINTAS CERMIN BUDAYA BANGSA
e) 500 M POLISI
f) KAWASAN TERTIB LALU LINTAS TERTIB LALU LINTAS BUAYA ORANG SOLO
g) PELAN-PELAN JALAN LICIN SERING TERJADI KECELAKAAN
h) LUAR KOTA 80 KM
i) BATAS KECEPATAN MAKSIMAL DALAM KOTA 50 KM/JAM
j) KAWASAN TERTIB LALU LINTAS

8. Kalimat imperatif berisi ajakan
a) MARI KITA TERTIB BERLALU LINTAS AGAR TERHINDAR DARI KECELAKAAN
b) MARI KITA TERTIB BERLALU LINTAS

9. Kalimat imperatif berisi larangan
a) JANGAN NGEBUT HARGAI PENYEBRANG JALAN
b) BAGI PENGEMUDI KENDARAAN UMUM DAN PENGGUNA JALAN TIDAK DIPERKENANKAN BERHENTI PADA POS-POS POLANTAS UNTUK MEMBERIKAN UANG ATAU SESUATU KEPADA PETUGAS POS

10. Kalimat imperatif berisi seruan
a) KURANGI KECEPATAN RAMAI PENYEBERANG JALAN
b) KURANGI KECEPATAN MASUK KOTA
c) PATUHI BATAS KECEPATAN DALAM KOTA 50 KM/JAM
d) AWAS PAKAI HELM STANDART TERNYATA LEBIH KEREN
e) AWAS! JALAN LICIN
f) BERHENTI ! TENGOK KIRI KANAN SEBELUM MENYEBRANG REL
g) KURANGI KECEPATAN ZONA SELAMAT SEKOLAH

Kontribusi untuk Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berdasarkan pembahasan di atas, paling tidak terdapat sepuluh teori yang dapat disampaikan kepada peserta didik. Kesepuluh hal itu adalah Kalimat imperatif dengan partikel –i, Kalimat imperatif dengan partikel –kan, Kalimat imperatif berisi pesan dengan kata hati-hati, Kalimat imperatif berisi peringatan, Kalimat imperatif berisi petunjuk, Kalimat imperatif berisi saran, Kalimat imperatif berisi pemberitahuan, Kalimat imperatif berisi ajakan, Kalimat imperatif berisi seruan



Daftar Pustaka


Eriyanto. 2006. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. (Cetakan V). Yagyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Moeliono, Anton M. (Penyunting Penyelia). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Minggu, 27 September 2009

karya tulis

PENERAPAN METODE PUBER
DALAM PEMBELAJARAN PEMENTASAN DRAMA DI SMA
(Model Pembelajaran Berbicara di SMA Kristen 1 Surakarta)
Ely Prihmono Suwarso Putro

PENDAHULUAN
Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek keterampilan berbahasa. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pelaksanaan, keempat aspek tersebut perlu diusahakan atau minimal mencakup dua aspek. Misalnya, (1) mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, (2) membaca, berbicara, dan menulis, atau (3) menulis dan berbicara (BSNP, 2007: iv).
Kompetensi memerankan tokoh dalam pementasan drama termasuk salah satu yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas XI. Kompetensi ini bagian dari standar kompetensi berbicara yang harus dikuasai selama dua semester. Di dalamnya dimuat dua standar kompetensi yaitu memerankan tokoh dalam pementasan drama dan mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama.
Pada dua standar kompetensi tersebut terdapat masing-masing dua kompetensi dasar. Kompetensi dasar yang pertama adalah memerankan tokoh dalam pementasan drama. Kompetensi ini memuat kompetensi dasar menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh dan mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis.
Kompetensi dasar mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama juga mencakup dua kompetensi. Kompetensi tersebut : mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama dan menggunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. Kompetensi-kompetensi tersebut bukanlah kompetensi yang sederhana dan mudah untuk dicapai.
Pencapaian terhadap kompetensi yang tidak sederhana itu memerlukan kesungguhan dan kecermatan dalam proses pembelajarannya. Kesungguhan dan kecermatan menuntut guru lebih bekerja keras dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Guru harus kreatif dalam memilih metode pembelajaran. Guru perlu variatif dalam menentukan media pembelajaran. Guru dituntut inovatif dalam penyajian materi pembelajaran. Dan tentunya, guru siap melakukan perubahan dalam proses pembelajaran.
Tuntutan, harapan, dan kewajiban tersebut sangat berkait dengan dinamika pendidikan yang terus berubah. Minimal, guru harus mengubah paradigma berpikir. Perkembangan dan perubahan di segala bidang telah mengubah ilmu pendidikan. Demikian juga pendidikan bahasa di sekolah. Tantangan perubahan zaman merupakan fakta yang tidak dapat dihindari oleh guru.
Perubahan proses pembelajaran tidak hanya pada cara menyampaikan materi pelajaran di kelas tetapi juga perlu melakukan perubahan dalam sistem penilaian. Sistem penilaian yang dilakukan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan kegiatan pembelajaran. Untuk itulah diperlukan penilaian yang tepat, sesuai dengan aspek yang sedang dinilai.
Kenyataan di lapangan, penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia belum semuanya mengukur kompetensi peserta didik. Penilaian menyimak belum mengoptimalkan keterampilan menyimak informasi secara lisan. Penilaian berbicara belum memberi kesempatan peserta didik berbicara. Penilaian menulis belum semuanya memfokuskan pada produk-produk tulisan siswa.
Sudah saatnya melakukan perubahan dalam praksis pembelajaran bahasa Indonesia. Perubahan dalam kegiatan pembelajaran lebih tepat disebut pembaruan proses pembelajaran. Pembaruan lebih disebabkan oleh tuntutan perkembangan yang terjadi pada peserta didik.
Kondisi peserta didik sangat beragam latar belakangnya. Keberagaman tanpa disadari menjadi kendala dalam kegiatan mengajar belajar. Contohnya, motivasi belajar yang berbeda-beda merupakan salah satu kendala dalam proses belajar mengajar sekarang ini. Selain itu, kendala-kendala lain ditemukan pada konsentrasi, minat, lingkungan, sarana prasarana, waktu, dan lain-lain.
Mengingat begitu kompleksnya masalah belajar mengajar, guru harus sadar bahwa tugasnya tidak hanya mengajar peserta didik. Artinya, tugas seorang guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran kepada murid-muridnya. Guru bertugas menumbuhkan minat siswa terhadap materi pelajaran. Guru bertugas mengembangkan motivasi peserta didik mengikuti pelajaran. Guru juga berkewajiban membangun konsentrasi dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk para siswanya.
Permasalahan pembelajaran di atas menjadi salah satu bagian yang melatarbelakangi tulisan ini. Motivasi yang kurang, konsentrasi yang tidak maksimal, minat yang rendah, rasa percaya diri yang kurang, juga dialami peserta didik dalam pembelajaran berbicara. Tulisan ini menguraikan metode pembelajaran berbicara di SMA hasil penggabungan beberapa strategi. Proses pembelajaran berbicara dalam tulisan ini menggunakan metode yang diberi nama PUBER. PUBER merupakan akronim dari beberapa istilah yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup tulisan ini adalah metode PUBER dalam pembelajaran berbicara di SMA Krsiten 1 Surakarta. Hal-hal yang akan diuraikan meliputi pengertian metode PUBER, langkah-langkah persiapan pembelajaran dengan metode PUBER, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan metode PUBER, teknik penilaian pembelajaran dengan metode PUBER, dan hasil pembelajaran dengan metode PUBER.

Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1. Menjelaskan pengertian metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.
2. Menguraikan tahapan persiapan metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.
3. Mendeskripsikan langkah-langkah pelaksanaan metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.
4. Menjelaskan teknik penilaian metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.
5. Menguraikan hasil penerapan metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.
Manfaat
Teoretis
1. Penerapan metode PUBER memberi alternatif dalam proses pembelajaran pementasan drama.
2. Hasil penerapan metode PUBER dapat dijadikan bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut.
3. Hasil penerapan metode PUBER dapat dijadikan bahan rujukan bagi pengembangan ilmu pendidikan.
Praktis
1. Penerapan metode PUBER memberi pengalaman kepada peserta didik dalam pembelajaran pementasan drama.
2. Penerapan metode PUBER memunculkan minat, motivasi, dan ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran pementasan drama.
3. Penerapan metode PUBER memberi umpan balik yang otentik kepada guru.

SAJIAN DEFINISI
Prediksi Akhir Cerita
Prediksi akhir cerita merupakan tahap pertama dalam metode PUBER. Iskandarwassid (2008 : 288) menyebut prediksi akhir cerita dengan istilah teknik melanjutkan cerita. Prediksi akhir cerita atau teknik melanjutkan cerita adalah kegiatan meramalkan akhir sebuah cerita yang disajikan. Kepada peserta didik disodorkan sebuah penggalan naskah drama. Bagian akhir dari naskah drama tersebut sengaja dihilangkan. Siswa diberi tugas melanjutkan cerita dengan cara menafsirkan akhir dari cerita yang disampaikan kepadanya.
Secara berkelompok, peserta didik diminta mendiskusikan kemungkinan akhir cerita naskah drama tersebut. Cara ini memberi kebebasan kepada tiap-tiap kelompok mengembangkan daya khayal mereka. Berkembangnya imajinasi diharapkan menghasilkan ending cerita yang variatif.
Prediksi akhir cerita dimaksudkan sebagai pelibatan (engage) siswa secara langsung pada aktivitas pembelajaran. Dalam CTL (contextual teaching learning, pelibatan siswa disebut membangun keterkaitan (Johnson, 2006 : 147). Membangun keterkaitan memungkinkan peserta didik memengaruhi konteks tempat mereka tinggal. Dengan membangun keterkaitan, peserta didik diharapkan menemukan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan. Pada akhirnya, kegiatan itu akan sangat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya yang pada giliranya akan berpengaruh pula pada pencapaian keberhasilan seluruh proses pembelajaran.

Ubah Akhir Cerita ke Naskah Drama
Mengubah akhir cerita ke naskah drama merupakan tahap kedua dalam metode PUBER. Pada tahap ini, kelompok-kelompok ditugasi mengubah akhir cerita hasil prediksi mereka ke dalam bentuk dialog naskah drama. Kelompok diberi kebebasan untuk menghadirkan sejumlah tokoh dalam naskah tersebut beserta dengan dialog-dialognya.
Setiap anggota kelompok mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama. Mereka bebas menyumbangkan ide kreatifnya untuk kesempurnaan naskah drama kelompok mereka. Semakin banyak yang menyumbangkan gagasan kreatif semakin sempurnalah naskah drama yang dihasilkan oleh setiap kelompok.
Penyusunan naskah drama secara berkelompok dimaksudkan memberi pengalaman bekerja sama pada setiap siswa. Pola kerja sama diyakini banyak mendatangkan keuntungan bagi peserta didik. Kerja sama dalam menyelesaikan tugas dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit (Johnson, 2006 : 164).
Kerja sama memungkinkan siswa menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar menghargai orang lain, mendengar dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Kerja sama yang tercipta membuat anggota kelompok memiliki keterikatan satu sama lain. Keterikatan tersebut secara emosional memberi keuntungan pada tahap berikutnya. Prinsip kerja sama ini sangat dibutuhkan dalam tahapan-tahapan penerapan metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama.

Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan tahap ketiga metode PUBER. Bermain peran merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai dalam pembelajaran keterampilan berbicara tingkat pemula (Iskandarwassid: 2008 : 287). Kegiatan ini dilanjutkan dengan teknik dramatisasi, teknik yang tepat untuk pembelajaran berbicara tingkat menengah dan tingkat lanjut.
Penerapan metode PUBER menggabungkan kegiatan bermain peran dan dramatisasi secara berkelanjutan. Langkah-langkah yang dianggap tepat untuk dilaksanakan pada tahap ini disampaikan oleh Shaftel. The Shaftels suggest that the role-playing activity consist of nine steps: (1) warm up the group, (2) select participants, (3) set the stage, (4) prepare observers, (5) enact, (6) discuss and evaluate, (7) reenact, (8) discuss and evaluate, and (9) share expreriences and generalize (Joyce, 1996 : 94).
Kegiatan bermain peran melibatkan peserta didik dalam situasi tertentu yang telah direncanakan. Mereka diminta membayangkan situasi yang dimasukinya dan harus bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Kegiatan ini menciptakan kemungkinan pelatihan bagi peserta didik untuk memperoleh keterampilan seperti yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
Dalam PUBER, peserta didik memerankan tokoh-tokoh yang terdapat pada teks drama kreasi mereka. Anggota kelompok berdiskusi untuk menentukan dan memilih tokoh-tokoh yang akan diperankan. Mereka dapat membicarakan secara akrab peran yang diinginkan atau peran yang cocok dengan karakter masing-masing.
Teks buatan sendiri diharapkan lebih mudah dipahami dan dihayati. Dengan demikian, penghayatan terhadap tokoh dan karakternya juga lebih mudah diperankan.

Evaluasi
Tahap keempat dalam penerapan metode PUBER adalah evaluasi. Karena PUBER dipakai dalam pembelajaran berbicara, instrumen penilaian yang dipergunakan adalah instrumen untuk penilaian berbicara.
Evaluasi dalam PUBER menerapkan authentic assesment, penilaian otentik. Penilaian otentik melepaskan siswa dari tekanan-tekanan selama proses penilaian (Kaufman, 1980). Teknik penilaian menggunakan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas (classroom based assesment). Dalam hal ini, penilaian mengacu buku Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi (BSNP, 2007).
Penilaian yang tepat digunakan untuk mengukur kompetensi berbicara adalah teknik penilaian unjuk kerja. Kompetensi setiap siswa diamati menggunakan lembar pengamatan yang sekaligus dipakai untuk lembar penilaian (Nurgiyantoro, 2001: 276-296). Aspek-aspek yang dinilai didasarkan pada indikator pencapaian kompetensi. Alat penilaian atau instrumen yang dipergunakan adalah rating scale (skala penilaian) dengan penyesuaian secukupnya (BNSP, 2007: 8).

Refleksi
Refleksi dilakukan dengan mengumpulkan catatan-catatan yang dibuat oleh guru maupun pengamat lain selama proses pembelajaran berlangsung. Catatan-catatan didentifikasi untuk dianalisis. Hasil analisis dikelompokkan ke dalam hal positif dan hal negatif. Hal-hal positif dimaksudkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Adapun hal-hal negatif yang ditemukan harus dicari solusinya.
Refleksi dilakukan untuk mentransformasi pernyataan menjadi pertanyaan (Syamsuddin A.R., 2007 : 195). Seluruh data dipahami sebagai fakta yang harus ditafsirkan secara jujur. Kelebihan maupun kekurangan memungkinkan dirumuskannya rekomendasi untuk tindakan perbaikan.
Mengacu apa yang disampaikan oleh Shaftel di atas, refleksi meliputi kegiatan discuss and evaluate, reenact, discuss and evaluate (tahap kedua), dan share expreriences and generalize. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran pementasan drama dengan metode PUBER membantu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan.

LAPORAN KEGIATAN
Persiapan Pembelajaran
Identifikasi SK dan KD
SK 6: Memerankan tokoh dalam pementasan drama berisi KD 6.1 : menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh dan KD 6.2 : mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis.
SK 14: Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama berisi KD 14.1 : mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama dan KD 14.2 : menggunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama.
SK 16: Menulis naskah drama berisi KD 16.1 : mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama dan KD 16.2 : menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama.

Mengembangkan Indikator
1. Memahami dan menghayati teks drama yang disediakan oleh guru.
2. Menentukan akhir cerita dari teks drama yang disediakan oleh guru.
3. Mengubah akhir cerita menjadi teks drama dengan menggunakan bahasa yang sesuai.
4. Membaca dan memahami teks drama yang telah disusun.
5. Menghayati watak tokoh yang akan diperankan.
6. Memerankan tokoh drama dengan memperhatikan penggunaan lafal, intonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat sesuai watak tokoh.
7. Menanggapi penampilan para tokoh dalam pementasan drama.

Mengembangkan Materi Pembelajaran
1. Penggalan naskah drama “Domba-domba Revolusi” karya B. Sularto (Terampil Berbahasa Indonesia 2, halaman 204-207).
2. Akhir cerita penggalan naskah drama “Domba-domba Revolusi”.
3. Teks drama hasil kreasi siswa.
4. Teknik membaca naskah drama.
5. Menghayati watak tokoh drama.
6. Memerankan tokoh drama sesuai lafal, intonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat sesuai watak tokoh.
7. Menanggapi penampilan tokoh dalam pementasan drama.

Penetapan Kegiatan Pembelajaran
1) Siswa diminta memahami dan menghayati penggalan naskah drama “Domba-domba Revolusi” karya B. Sularto.
2) Siswa secara berkelompok diminta memprediksi akhir cerita dari penggalan naskah drama “Domba-domba Revolusi” karya B. Sularto.
3) Siswa secara berkelompok diminta mengubah akhir cerita menjadi dialog-dialog naskah drama.
4) Setiap kelompok diminta menghayati watak tokoh para pelaku dalam naskah drama.
5) Mempersiapkan pementasan berdasarkan naskah drama yang telah disusun oleh tiap-tiap kelompok.
6) Mengekspresikan perilaku dan dialog sesuai lafal, intonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat sesuai watak tokoh dalam pementasan.

Penetapan Jenis Penilaian
Penilaian yang digunakan untuk mengukur kompetensi adalah teknik penilaian unjuk kerja. Kompetensi setiap pesserta didik diamati menggunakan lembar pengamatan yang sekaligus dipakai untuk lembar penilaian. Alat penilaian atau instrumen yang dipergunakan adalah rating scale (skala penilaian) dengan ketentuan-ketentuan di bawah ini.

Kriteria Penilaian dan Penskoran
Aspek yang Dinilai

1. Lafal
a. Lafal sangat baik skor 4
b. Lafal baik skor 3
c. Lafal cukup baik skor 2
d. Lafal kurang baik skor 1

2. Intonasi
a. Intonasi sangat baik skor 4
b. Intonasi baik skor 3
c. Intonasi cukup baik skor 2
d. Intonasi kurang baik skor 1

3. Nada/tekanan
a. Nada/tekanan sangat baik skor 4
b. Nada/tekanan baik skor 3
c. Nada/tekanan cukup baik skor 2
d. Nada/tekanan kurang baik skor 1

4. Mimik/gerak-gerik
a. Mimik/gerak-gerik sangat baik skor 4
b. Mimik/gerak-gerik baik skor 3
c. Mimik/gerak-gerik cukup baik skor 2
d. Mimik/gerak-gerik kurang baik skor 1


Daftar Nilai Konversi
Skor Nilai
16 100,00
15 93,75
14 87,50
13 81,25
11 68,75
10 62,50
9 56,25
8 50,00
7 43,75
6 37,50
5 31,25
4 25,00
3 18,75
2 12,50
1 6,25

Penentuan Alokasi Waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran terbagi menjadi empat bagian. Memahami dan menghayati penggalan naskah drama hingga kegiatan prediksi akhir cerita membutuhkan 2 x 45’. Kegiatan mengubah akhir cerita menjadi dialog naskah drama memerlukan 2 x 45’. Penentuan pemeran, penghayatan tokoh, dan persiapan pementasan memerlukan 2 x 45’. Pementasan seluruh kelompok membutuhkan 4 x 45’.

Menentukan Sumber / Bahan / Alat
Sumber, bahan, dan alat yang dipergunakan dalam proses pembelajaran sangat variatif. Beberapa di antaranya dapat disebutkan berikut ini: (1) buku paket Terampil Berbahasa Indonesia 2, (2) buku-buku pementasan drama, (3) kaset dan tape recorder, (4) properti lain yang dibutuhkan dalam pementasan, dan (5) kostum.

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Prediksi Akhir Cerita
1. Memberi penjelasan awal pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru dan peserta didik.
2. Membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dengan anggota berjumlah 3 – 5 orang.
3. Peserta didik diminta membuka buku paket Terampil Berbahasa Indonesia 2 halaman 204-207.
4. Peserta didik membaca dan menghayati penggalan naskah drama “Domba-domba Revolusi” karya B. Sularto dalam Terampil Berbahasa Indonesia 2 halaman 204-207.
5. Masing-masing kelompok berdiskusi untuk memprediksi akhir cerita penggalan naskah drama “Domba-domba Revolusi” karya B. Sularto dalam Terampil Berbahasa Indonesia 2.
6. Menuliskan hasil prediksi akhir cerita naskah drama “Domba-domba Revolusi” karya B. Sularto.

Ubah Akhir Cerita ke Naskah Drama
1. Penjelasan awal mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan.
2. Meminta peserta didik memahami lagi naskah drama dan prediksi akhir cerita.
3. Menugasi masing-masing kelompok mengembangkan akhir cerita menjadi dialog.
4. Melengkapi dialog akhir cerita dengan penjelasan-penjelasan pementasan.
5. Mendiskusikan dan menilai naskah yang dibuat oleh kelompok lain.
6. Melakukan perbaikan naskah berdasarkan masukan kelompok lain.

Bermain Peran (Role Playing)
Pelaksanaan bermain peran (role playing) mengacu tahapan (1) warm up the group, (2) select participants, (3) set the stage, (4) prepare observers, (5) enact, (6) discuss and evaluate, (7) reenact, (8) discuss and evaluate, and (9) share expreriences and generalize. Dari sejumlah tahapan tersebut dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Berikut ini tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran.
1. Melakukan persiapan dengan memahami dan menghayati adegan terakhir yang telah disusun. 2. Melakukan pemilihan pemeran sesuai dengan watak dan karakter tokoh cerita.
3. Tahap latihan pengucapan dialog sesuai dengan peran masing-masing.
4. Menunjuk pengamat untuk mencatat kebaikan maupun kekurangan proses latihan yang berlangsung.
5. Latihan memerankan tokoh dengan suara sesuai lafal, intonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat.
6. Diskusi dan evaluasi berdasarkan catatan selama latihan memerankan tokoh.
7. Latihan memerankan tokoh cerita berdasarkan hasil diskusi dan evaluasi.
8. Diskusi dan evaluasi hasil latihan tahap kedua.
9. Penyimpulan cara memerankan yang baik berdasar kegiatan latihan pementasan naskah drama.

Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan evaluasi pembelajaran dilaksanakan bersamaan dengan pementasan naskah drama. Masing-masing kelompok mementaskan naskah hasil kreasinya. Sementara satu kelompok menampilkan pementasan, peserta didik yang lain melakukan pengamatan sekaligus penilaian.
Setiap peserta didik diberi lembar pengamatan. Tugas guru menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh peserta didik sebagai pengamat. Kriteria penilaian sebagai pedoman penskoran disampaikan kepada peserta didik dengan penjelasan secukupnya. Penjelasan yang disampaikan untuk menghindari subjektivitas yang merugikan peserta didik lain.
Guru juga melakukan pengamatan sekaligus penilaian. Disamping itu, guru membuat catatan-catatan yang nantinya berguna dalam kegiatan refleksi. Catatan-catatan guru, baik kelebihan maupun kekurangan sangat berguna utnuk penyeimbang penilaian yang dilakukan peserta didik.

Refleksi Kegiatan
Refleksi kegiatan dilaksanakan untuk melihat hasil keseluruhan nilai peserta didik. Dalam kegiatan refleksi, setiap peserta didik diberi kesempatan untuk memaparkan hasil penilaiannya. Mereka diberi kesempatan juga untuk memberikan argumentasi, alasan-alasan memberi sejumlah skor tertentu kepada teman sekelasnya.
Refleksi kegiatan dimaksudkan sebagai konferensi nilai (score conference). Setiappeserta didik diajari mempertanggungjawabkan penilaian yang dilakukan terhadap orang lain. Dalam kegiatan ini, mereka belajar berargumentasi secara ilmiah dan berpikir objektif.
Paparan hasil yang sudah dipertanggungjawabkan dipakai untuk dasar penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Guru menjadi penyeimbang informasi dalam proses kegiatan refleksi. Dengan demikian objektivitas penilaian tetap terjaga.

HASIL KEGIATAN PEMBELAJARAN
Rekapitulasi Hasil Prediksi Akhir Cerita
  1. Semua tokoh meninggal dunia karena diserbu oleh tentara musuh.
  2. Akhirnya keempat lelaki dan seorang perempuan pemilik losmen tewas, karena losmen yang mereka tinggali telah dihancurkan oleh tentara musuh dengan bom.
  3. Beberapa saat setelah penyair dan perempuan asyik ngobrol, datanglah tentara-tentara yang tidak dikenal. Mereka merusak dan menjebol pintu losmen tersebut.
  4. Penyair dan perempuan menikah dan membangun sebuah losmen baru di Kota Tengah tersebut.
  5. Akhirnya perempuan dan penyair pergi dari kota itu dan menikah di kota lain, melupakan kenangan buruk kota itu dan membangun kehidupan baru yang mereka inginkan.
  6. Akhir cerita bahagia dan romantis. Si perempuan dan penyair akhirnya bersatu dalam pernikahan di tengah kota yang kacau.
  7. Si penyair akhirnnya rela mati demi melindungi si perempuan pemilik losmen dari tembakan musuh. Setelah penyair mati, mereka semua pindah ke kota lain yang lebih aman.
  8. Keadaan pun menjadi aman karena para tentara sudah ditarik mundur dan keadaan mulai berangsur-angsur baik, penyair dan perempuan menjadi pasangan suami isteri.
  9. Perempuan dan penyair menikah, tetapi di hari pernikahan itu datang seorang tentara yang membunuh penyair.
  10. Cerita berakhir dengan menyedihkan dan mengharukan, penyair meninggal dunia disusul perempuan pemilik losmen.

Naskah Drama Hasil Kreasi
Contoh 1:
Prediksi nomor 6: Akhir cerita bahagia dan romantis. Si perempuan dan
penyair akhirnya bersatu dalam pernikahan di tengah kota
yang kacau.
.........
Perempuan : Lalu, bagaimana Bung melewati semua ini?
Penyair : Dengan bersembunyi dan dengan sepenuh keberanianku
juga.
Perempuan : Bung begitu hebat, aku salut!
(Malam berganti pagi. Matahari menampakkan dirinya dan penyair terjaga dari tidurnya)
Penyair : (Menggumam) Entah kenapa setiap saat setiap detik aku
selalu memikirkan perempuan itu.
(Di pagi yang begitu dingin, si penyair lalu beranjak membersihkan tubuh dan kamarnya. Dia menyiapkan semua barangnya lalu dimasukkannya ke tas kulit tua. Pengembaraannya pun sudah siap dimulai lagi.)
Perempuan : Bung mau ke mana?
Penyair : Aku hendak melanjutkan pengembaraanku.
Perempuan : Seyakin itukah, Bung?
Penyair : Ya, aku yakin.
Perempuan : Apa mungkin kita akan bertemu lagi?
Penyair : Mengapa kamu berkata seperti itu?
(Perempuan pun terdiam seribu bahasa. Kepalanya menunduk, menandakan perasaan dalam hatinya saat ini yang begitu resah dan bimbang. Mereka berdua terdiam, ditemani sepinya suasana pagi yang cerah.)
Penyair : Oh..., aku tahu maksudmu.
Perempuan : Maksudku?
Penyair : Ya. Kita berdua saling menyukai satu sama lain. Aku pun tak
tega untuk meninggalkanmu sendiri di tengah-tengah
kacaunya kota ini.
Perempuan : Hah? Benarkah Bung menyukai diriku?
Penyair : Ya. Aku yakin sangat menyukaimu.
Perempuan : Bung, meskipun di tengah kacaunya kota ini, kita akan tetap
berdua. Bersama sehidup semati, kan?
Penyair : Ya. Tentu saja.
(Akhirnya, penyair dan perempuan itu bersatu di tengah kacau riuhnya kota tempat mereka tinggal berdua.)

Contoh 2:
Prediksi nomor 7: Si penyair akhirnnya rela mati demi melindungi si
perempuan pemilik losmen dari tembakan musuh. Setelah
penyair mati, mereka semua pindah ke kota lain yang lebih
aman.
.................
(Tiba-tiba terdengar suara tembakan di dekat losmen. Tak lama kemudian, petualang dan pedagang masuk ke ruang tamu losmen.)
Pedagang : Awas! Ada serangan ....
Perempuan : Apa? Ada serangan? Bagaimana sekarang?
Penyair : Bersembunyilah di belakangku!
Perempuan : Baiklah.
(Tentara musuh pun muncul di depan mereka. Kemudian pedagangdan petualang lari terbirit-birit untukmencari temapat yang aman. Akhirnya dengan segera, tentara itu mengeluarkan tembakan dan mengenai penyair. Tak lama kemudian, tentara tersebut pergi meninggalkan merea setelah penyair terjatuh ke lantai.)
Perempuan : Tolong! Tolong! Tolong! Ada yang terluka .... tolong!
(Pedagang dan petualang lari menghampiri perempuan danpenyair.)
Petualang : Ada apa ini? Ada apa dengan si penyair?
Pedagang : Petualang, dia sedang terluka karena terkena tembakan.
Lebih baik sekarang tolong obati si penyair segera.
Petualang : Ok.(Sambil mengeluarkan obat-obatannya.)
Perempuan : Bagaimana sekarang keadaannya?
Petualang : Maaf ... dia sudah tidak bisa diselamatka lagi.
Perempuan : Oh ... tidak! (Dengan berteriak ekeras-kerasnya dan
mencucurkan air mata.)
(Mendengar itu, suasana saat itu berubah menjadi suasana duka, dan dengan segera mereka mengubur mayat si penyair. Tidak lama setelah peristiwa tersebut, si perempuna, petualang, dan pedagang pindah ke kota lainnya yang dianggap lebih aman dan nyaman agar mereka dapat melanjutkan hidup mereka masing-masing.)


Analisis Hasil Kegiatan Pembelajaran
Hasil Prediksi Akhir Cerita
Prediksi akhir cerita drama ditanggapi peserta didik sangat antusias. Mereka merasa diberi kepercayaan dan kesempatan berekspresi. Hal tersebut tampak pada kegiatan diskusi yang berlangsung. Setiap peserta didik berusaha menyampaikan pendapat dan penghayatannya terhadap naskah yang dibacanya.
Prediksi terhadap akhir cerita drama ”Domba-domba Revolusi” sangat beragam. Hal ini menunjukkan imajinasi peserta didik berkembang dengan baik. Mereka melakukan penghayatan berdasar pemahaman dan kreativitas berpikir mereka. Penghayatan ini menjadi indikator penguasaan kompetensi peserta didik terhadap cerita drama tersebut.
Dari sepuluh hasil prediksi akhir cerita, ada dua bagian besar yang perlu dicermati. Dua bagian besar itu didasarkan oleh dua tanggapan peserta didik. Tanggapan pertama didasarkan pada empati terhadap tokoh-tokoh drama. Tanggapan kedua didasarkan pada kemungkinan nasib tokoh-tokoh drama di tengah konflik dan situasi perang.
Empati yang ditunjukkan kepada tokoh-tokoh drama dapat ditemukan pada beberapa akhir cerita berikut ini. (1) Penyair dan perempuan menikah dan membangun sebuah losmen baru di Kota Tengah tersebut. (2) Akhirnya perempuan dan penyair pergi dari kota itu dan menikah di kota lain, melupakan kenangan buruk kota itu dan membangun kehidupan baru yang mereka inginkan. (3) Akhir cerita bahagia dan romantis. Si perempuan dan penyair akhirnya bersatu dalam pernikahan di tengah kota yang kacau. (4) Keadaan pun menjadi aman karena para tentara sudah ditarik mundur dan keadaan mulai berangsur-angsur baik, penyair dan perempuan menjadi pasangan suami isteri.
Tanggapan yang didasarkan pada kemungkinan nasib tokoh di tengah konflik dapat dicermati pada akhir cerita berikut ini. (1) Perempuan dan penyair menikah, tetapi di hari pernikahan itu datang seorang tentara yang membunuh penyair. (2) Semua tokoh meninggal dunia karena diserbu oleh tentara musuh. (3) Akhirnya keempat lelaki dan seorang perempuan pemilik losmen tewas, karena losmen yang mereka tinggali telah dihancurkan oleh tentara musuh dengan bom. (4) Beberapa saat setelah penyair dan perempuan asyik ngobrol, datanglah tentara-tentara yang tidak dikenal. Mereka merusak dan menjebol pintu losmen tersebut. (5) Si penyair akhirnnya rela mati demi melindungi si perempuan pemilik losmen dari tembakan musuh. Setelah penyair mati, mereka semua pindah ke kota lain yang lebih aman. (6) Cerita berakhir dengan menyedihkan dan mengharukan, penyair meninggal dunia disusul perempuan pemilik losmen.


Naskah Drama
Kegiatan mengubah akhir cerita menjadi naskah drama memotivasi peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Minat mereka terhadap KBM meningkat. Diskusi kelompok dalam kegiatan penyusunan naskah lebih bergairah. Masing-masing peserta didik berusaha menyumbangkan ide secara sukarela seiring dengan dinamika pembicaraan dalam kelompok.
Produk hasil diskusi kelompok dapat dikatakan baik. Terbukti, naskah drama hasil perubahan cukup baik. Dialog-dialog yang ditulis meski pendek-pendek cukup memberi gambaran watak masing-masing tokoh.
Dari dua contoh yang disajikan di atas, naskah drama kreasi peserta didik sudah dilengkapi dengan catatan dan narasi-narasi yang membantu pementasan. Catatan dan narasi sangat berguna untuk persiapan pementasan. Di samping itu, membantu pemeran dalam menghayati peran masing-masing.


Nilai Pementasan Peserta Didik
Hasil penilaian terhadap pementasan naskah drama cukup baik. Dari tabel penilaian, nilai terendah 51 sedangkan nilai tertinggi 89. Rata-rata kelas nilai peserta didik 66,10. Rata-rata kelas 66,10 lebih dari cukup.
Paparan nilai peserta didik dalam pementasan memberi gambaran yang sangat jelas hasil pembelajaran. Dari 29 orang, dua peserta didik (6,89 %) mendapat nilai kurang dari 60. Sebanyak 21 peserta didik (72,41 %) mendapat nilai di antara 60 – 69. Dua peserta didik (6,89 %) mendapat nilai di antara 70 - 79. Adapun empat peserta didik (13,79 %) mendapat nilai di antara 80 – 90.
Data nilai di atas menunjukkan tingkat efektivitas pembelajaran dengan metode PUBER. Efektivitas berkaitan dengan tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Efektivitas yang tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan peserta didik dalam seluruh rangkaian proses belajar. Seluruh peserta didik, tanpa terkecuali, terlibat aktif dalam tahapan-tahapan PUBER.

PENUTUP
Simpulan
Metode PUBER dalam pembelajaran pementasan drama cukup efektif. Efektivitas tersebut dapat dilihat pada beberapa hal di bawah ini.
1. Motivasi peserta didik cukup tinggi dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Partisipasi peserta didik cukup tinggi dalam proses belajar mengajar yang belangsung.
3. Tingkat keterlibatan peserta didik sangat intens dalam seluruh tahapan pembelajaran.
4. Peserta didik sangat antusias dalam mengikuti seluruh tahapan pembelajaran.
5. Hasil penilaian terhadap pementasan cukup memuaskan.


Saran
1. Metode PUBER agar dicoba sebagai variasi pembelajaran berbicara, khususnya drama, untuk mengatasi kejenuhan peserta didik maupun guru.
2. Metode PUBER agar dijadikan alternatif dalam pembelajaran berbicara di SMA.
3. Metode PUBER agar diteliti untuk mengetahui tingkat efektivitasnya dalam pembelajaran berbicara di SMA.
4. Metode PUBER agar diteliti lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keilmiahan hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

BSNP. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
-------- 2007. Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Genesee, Fred and John A. Upshur. 1996. Classroom-based Evaluation in Second Language Education. Cambridge: Cambridge University Press.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching and Larning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Penerjemah: Ibnu Setiawan). Bandung: MLC.

Joyce, Bruce and Marsha Weil. 1996. Models of Teaching (5th ed.). Needham Height, Mass. : A Simon & Schuster Company.

Kaufman, Roger and Susan Thomas. 1980. Evaluation Without Fear. New York: New Viewpoints.

Keraf, Gorys dan J.D. Parera. 2003. Terampil Berbahas Indonesia 2.(Edisi Revisi). Jakarta: Balai Pustaka.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Edisi Ketiga). Yogyakarta: BPFE.

Syamsuddin A.R. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa (Cetakan kedua). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

Minggu, 22 Februari 2009

BUKA BUKTI

buka buka bukti
bukti dibukakan
bukti-bukti dibuka
buka bukti dibuktikan
buka bukti jadikan terbuka