Rabu, 02 Mei 2018

Konsep

Arloji di tanganku menunjukkan pukul 13.10. Jarum jam terus berputar dengan detakan yang tetap. Waktu terus berjalan, lebih tepatnya berlari. Dan, inilah saatnya berkemas untuk pulang.

Tetapi jari-jemariku tetap menari-nari di atas keyboard komputer. Pekerjaan dengan deadline ini sungguh memaksaku untuk terus beraktivitas. Biasanya. Ya. Biasanya aku sudah mulai berkemas. Komputer kushut down. Sambil menanti komputer mati kupencet tombol printer. Begitu yang terjadi setiap hari jika jarum pendek menjelang pukul empat dan jarum panjang mulai menyentuh angka 6. 

Hujan bertambah deras. Kuarahkan tatapan mataku ke jendela kaca. Di baliknya terlihat cucuran air dari atas genting tercurah membentuk semacam garis-garis air dari atas ke bawah. Dengan jarak yang hampir sama garis-garis air itu terlihat bagaikan gorden  transparan. Sehingga daun palem, daun pisang, daun srikaya yang  tertimpa air hujan berayun-ayun. Tidak. Tepatnya daun-daun itu mengangguk-angguk setiap kali kejatuhan air dari langit.

Bukankah hari ini aku menyanggupi sesuatu? Ah. Masa bodoh dengan kesepakatan itu. Perjanjian antarnegara saja bisa batal karena keinginan satu pihak sudah tidak sejalan dengan pihak yang lain. Presiden dengan wakil presiden, gubernur dengan wakil gubernur, dan bupati dengan wakilnya saja bisa berpisah karena partai-partai pengusung pecah kongsi. Kesanggupanku? Kesepakatanku? Janjiku?  Tak lebih itu hanya cara untuk mempercepat proses. Cara instan untuk segera mengakhiri pembicaraan yang tak kunjung ketemu ekornya.

"Ayo, Pak. Sudah saatnya. Kemalaman lho sampai rumah!"

Teriakan itu biasanya kutanggapi dengan candaan. Kadang dengan humor yang ditanggapi dengan tawa ngakak. Suasana jam pulang pun kemudian menjadi semringah. Tidak terbebani oleh rasa lelah.

Tapi kali ini tidak. Aku tak berhasrat menyahut teriakan itu. Jari-jariku tetap menari-nari di keyboard komputer. Masing-masing seperti memiliki mata menuju sasaran huruf-huruf yang dibutuhkan untuk mengetik. Suara tak tuk tak tuk tetap berlanjut. Dan, ruangan pun akhirnya hanya menyisakan aku seorang diri. Enam orang penghuni ruangan satu per satu telah meninggalkan kantor yang lebih persis sebagai gudang penyimpanan barang.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar