Rabu, 02 Maret 2016

Priyayi Sepuh

Ternyata Bukan Kereta Api

Priyayi Sepuh hari ini berniat bepergian ke Surabaya. Pagi itu semua persiapan telah selesai. Berangkatlah dengan isteri tercinta ke jalan raya jurusan Surabaya. Dengan berkacamata hitam disusurinya gang sempit dari rumahnya itu. Tak berapa lama sampailah mereka berdua di pinggir jalan raya, tempat bus umum jurusan Surabaya.

Sejenak kemudian, lewatlah sebuah bus. Awalnya ia merentangkan tangan. Maksudnya meneyetop bus itu. Ketika bus berhenti ia hanya diam saja. Tak ada niat dan tanda-tanda akan naik bus itu. Kenek bus pun turun. "Tindak pundi Yang Kung? Monggo taksih kathah kursi kosong lho."

Priyayi Sepuh hanya menggelengkan kepala. Untuk mempertegas bahwa dia tidak berniat naik bus, ia menggerak-gerakkan tangannya tanda tidak akan naik bus itu. Kenek penasaran karena awalnya Priyayi Sepuhlah  yang menyetop bus. "Tindak pundi to Yang Kung?"

"Nyuwun pangapunten, Mas. Kulo mung mbuktekaken omongane konco kulo. Yen ono kendaraan gelem disetop berarti bus. Ning yen disetop ora gelem mandhek berarti sepur. Niki wau senes sepur nggih, Mas?"

"Dasar Piyayi Sepuh!" umpat kenek bus.


Surakarta, 3 Maret 2016        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar