Minggu, 25 Oktober 2009

cermin

CERMIN

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
tatapan bolong menerobos ruang-ruang kosong
mencoba meraih makna di sela-sela suara omong

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
bibir ternganga gagap menangkap butir-butir suara
mengais informasi hakiki sejumlah arti

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
kerutan dahi mewarnai jidat-jidat warna coklat
mencari sekerat makrifat pada sejumlah kalimat

Hari ini aku becermin pada wajah-wajah di hadapanku
wajah-wajah dari tubuh yang limbung
wajahku sendiri pada saat itu

Rabu, 14 Oktober 2009

Riset

POLA KALIMAT IMPERATIF DAN INTEROGATIF
TUTURAN ANAK USIA LIMA TAHUN


Ely Prihmono Suwarso Putro


Abstrak

Fokus penelitian ini adalah kalimat imperatif dan kalimat interogatif anak usia lima tahun. Pada usia ini, kalimat imperatif dan interogatif sangat dominan pada tuturananak. Analisis dilakukan untuk menemukan pola-pola kalimat imperatif dan interogatif. Hasilnya, kalimat imperatif anak usia lima tahun berupa kalimat imperatif suruhan/perintah, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif ajakan, kalimat imperatif peringatan, kalimat imperatif ancaman, kalimat imperatif permintaan, dan kalimat imperatif dengan kata penunjuk tempat. Adapun kalimat interogatif anak usia lima tahun berupa kalimat interogatif berbentuk pendek, kalimat interogatif dengan kata tanya, kalimat interogatif dengan kata seru, kalimat interogatif dengan sapaan penanda kesantunan, kalimat interogatif permintaan persetujuan, kalimat interogatif dengan kata penanda waktu, dan kalimat imperatif parsial.

Kata kunci: pola kalimat, imperatif, interogatif, usia lima tahun


PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardjowidjojo, 2003: 16). Pemakai bahasa pada umumnya tidak pernah merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang sangat rumit. Padahal, bahasa yang mereka miliki dan pakai merupakan hasil proses panjang dengan tahap-tahap yang kompleks dan sangat rumit permasalahannnya. Proses yang rumit dan kompleks selama belajar bahasa ini dalam linguistik disebut dengan istilah pemerolehan bahasa (language acquisition).
Pemerolehan bahasa diartikan sebagai periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosakata baru. Periode pemerolehan bahasa berlangsung hampir sepanjang masa (Iskandarwassid, 2008: 84). Menurut para ahli, anak akan mencapai tingkat penguasaan bahasa orang dewasa dalam waktu kurang lebih 25 tahun. Dalam kurun waktu itu, anak selalu berusaha menyempurnakan pemerolehan bahasanya dengan menambah penguasaan kosa kata, mempertajam pemahaman tatabahasa, dan hal-hal lain yang menyangkut seluk beluk bahasa.
Kemampuan memperoleh bahasa bagi setiap orang merupakan hal yang unik. Pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh interaksi rumit antara aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Pemerolehan bahasa juga mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba, tanpa disadari (Iskandarwassid, 2008: 84). Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemerolehan bahasa dibangun sejak semula oleh anak. Prosesnya dilakukan dengan memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir. Proses tersebut diperkaya dengan beraneka ragam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.
Kebebasan bahasa dimulai sekitar usia satu tahun di saat anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Mackey (dalam Iskandarwassid, 2008: 86) menyatakan bahwa pada usia 4-5 tahun, pemahaman anak makin mantap walaupun masih sering bingung dalam hal menyangkut waktu. Kosa kata aktif bisa mencapai dua ribuan, sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Pada usia ini anak mulai belajar berhitung di samping mulai berkomunikasi dengan menggunakan kalimat-kalimat yang agak rumit.
Bersamaan dengan proses pertumbuhan anak balita, terjadi juga proses pemerolehan bahasa. Pada usia lima tahun, setiap anak yang normal dapat berkomunikasi dengan bahasa yang digunakan di lingkungannya. Hal ini terjadi sesuai dengan perkembangannya walaupun tanpa pembelajaran formal. Pada usia lima tahun pula, umumnya anak-anak sudah menguasai sistem fonologi, sintaksis dan semantik dari bahasa pertamanya. Mereka belajar bahasa secara alamiah sampai batas usia tertentu.
Ada tiga pandangan dalam proses belajar bahasa anak. Pandangan tersebut berdasar teori behaviorisme, teori nativisme, dan teori kognitivisme (Kristianty, 2006: 29). Masing-masing pandangan mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda dalam menyampaikan argumentasinya. Namun demikian mereka sepakat bahwa kemampuan berbahasa seorang anak dipengaruhi dan berkembang oleh interaksinya dengan orang dan dunia sekitarnya.
Berdasar interaksi yang terjadi tersebut, kemampuan berbahasa setiap anak berkembang secara variatif. Sama-sama berusia lima tahun misalnya, mereka memiliki penguasaan bahasa yang berbeda satu dengan yang lain. Kemampuan itu dapat dicermati dari kegiatan berbahasa mereka, baik yang dilakukan dengan teman-teman sebaya maupun dengan orang-orang dekat di sekitarnya.
Kemampuan mereka dalam berbahasa dapat dikategorikan baik. Bahasa yang mereka pergunakan dapat diterima oleh kawan bicara dengan baik pula. Bahkan secara tegas Kennedy (2006) menyatakan, pada usia 6-8 tidak ada kesukaran untuk memahami kalimat yang biasa dipakai orang dewasa sehari-hari.
Pada usia ini anak-anak mulai belajar membaca. Aktivitas membaca dengan sendirinya menambah perbendaharaan kata. Anak-anak juga membiasakan diri dengan pola kalimat yang agak rumit. Pada usia ini bahasa ibu pada dasarnya sudah dikuasainya sebagai alat untuk berkomunikasi. Bagaimana hal ini mungkin terjadi?
Teresa J. Kennedy (2006) dalam artikelnya Language Learning and Its Impact on the Brain: Connecting Language Learning with the Mind Through Content-Based Instruction menyampaikan bagian-bagian otak yang didedikasikan kepada bahasa. Dalam artikel tersebut dikemukakan juga teori kekenyalan otak dan pemetaan bahasa, daya ingat dan pemrosesan informasi, pengembangan dan penggunaan rencana pembelajaran bahasa, serta fungsi pembelajaran bahasa dalam mengembangkan otak manusia.
Pusat otak yang berbeda bekerja sama untuk memahami dan menghasilkan kemampuan berbicara (Kennedy, 2006:475). Daerah Broca yang merupakan daerah depan lapisan luar otak yang berhubungan dengan produksi ucapan berfungsi mengatur produksi suara kemampuan bicara. Bagian ini terletak dekat dengan daerah yang dikhususkan dalam rangkaian kata-kata oleh mulut, bibir, lidah, dan pangkal tenggorokan. Daerah Wernicke adalah daerah lapisan luar otak yang berisi bagian penting yang berfungsi membiarkan rumusan arti terkumpul dari kata-kata atau kalimat-kalimat untuk disambungkan menjadi ucapan.
Kalimat yang dihasilkan seorang anak merupakan hasil daerah kerja Broca sekaligus daerah Wernicke. Pemerolehan kalimat / sintaksis pada seorang anak dimulai pada usia dua tahun. Pada usia ini mereka menghasilkan ujaran satu kata, ujaran dua kata, bentuk interogatif, bentuk imperatif, bentuk negatif, struktur modifikasi, nominalisasi, dan pronomina (Dardjowijdjojo, 2000: 124-135). Sejak usia tersebut, kemampuan bersintaksis anak-anak berkembang dengan sangat pesat sejalan dengan frekuensi dan kualitas berkomunikasi yang dilakukannya. Bahkan pada usia lima tahun, anak-anak telah mampu memproduksi kalimat majemuk dalam kegiatan berkomunikasi dengan kawan bicaranya.
Produksi bahasa anak-anak pada usia lima tahun memang semakin beragam. Kemampuan berbahasa mereka juga semakin kompleks. Namun demikian, komunikasi yang dilakukan dengan kawan bicara biasanya didominasi oleh kalimat imperatif dan interogatif. Hal ini sesuai dengan perkembangan kejiwaan yang cenderung melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu sangat besar sehingga mereka selalu bertanya. Demikian juga mereka sering meminta sesuatu sebagai bentuk perintah kepada orang-orang di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini akan secara khusus membahas pola kalimat imperatif dan kalimat interogatif anak-anak usia lima tahun. Untuk memudahkan pembahasan, tulisan ini merumuskan dua permasalahan. (1) Bagaimana pola kalimat imperatif anak usia lima tahun? (2) Bagaimana pola kalimat interogatif anak usia lima tahun?
Dua rumusan masalah di atas menjadi dasar untuk pembahasan selanjutnya sehingga tjuan penelitian tercapai. Adapun tujuan penelitian (1) untuk mengetahui pola kalimat imperatif anak usia lima tahun dan (2) untuk mengetahui pola kalimat interogatif anak usia lima tahun.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap lima anak sebagai sampel penelitian. Masing-masing anak mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Identitas anak-anak tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini. 1. Caca, 4,7 tahun, TK, pekerjaan orang tua guru, komunikasi bahasa Jawa/ ndonesia, pengamatan 18 Mei 2008; 2. Rio, 5,2 tahun, TK, pekerjaan orang tua swasta, komunikasi bahasa Jawa/Indonesia, pengamatan 24 Mei 2008; 3. Luki, 5,2 tahun, TK, pekerjaan orang tua PNS, komunikasi bahasa Jawa, pengamatan 29 Mei 2008; 4. Yoga, 5,8 tahun, TK, pekerjaan orang tua guru, komunikasi Jawa, pengamatan 1 Juni 2008; 5. Afi, 5,1 tahun, TK, pekerjaan orang tua PNS, komunikasi Jawa/Indonesia, pengamatan 8 Juni 2008

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada waktu yang berbeda. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak (Sudaryanto, 1988: 2-7) dengan menggabungkan teknik-teknik yang ada. Teknik yang peneliti pergunakan meliputi teknik sadap, teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Pada penelitian terhadap Rio peneliti terlibat langsung dalam percakapan. Sedangkan pada penelitian terhadap Caca, Yoga, Luki, dan Afi, peneliti hanya menjadi pengamat dan pencatat tuturan yang dihasilkan.
Data yang diperoleh diinventarisasi, direduksi, dan selanjutnya dilakukan kajian secara kualitatif interpretatif. Interpretasi didasarkan pada teori tentang kalimat imperatif dan interogatif dalam bahasa Indonesia. Seluruh informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian dipahami sebagai fakta yang harus ditafsirkan.
Hasil analisis data dijadikan dasar untuk menyusun simpulan. Proses penyimpulan dilakukan dengan cara menggeneralisasikan temuan-temuan penelitian hasil analisis. Hasil akhir disampaikan secara deskriptif.

KAJIAN TEORI
Psikolinguistik
Pemerolehan bahasa anak termasuk dalam kajian psikolinguistik. Oleh sebab itu, sebelum membahas lebih jauh pola-pola kalimat imperatif dan interogatif anak usia lima tahun perlu dikemukakan dalam tulisan ini mengenai psikolinguistik. Hal ini disampaikan sebagai bagian proses pemerolehan bahasa yang terjadi pada anak.
Psikolinguistik juga disebut psikologi bahasa. Caron (dalam Hanna 2005: 4) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah “the experiment of psychological process throug which a human subject acquire and implement the system of natural language”. Clark and Clark (dalam Hanna 2005: 4) menyatakan bahwa psikolinguistik adalah “the field of linguistic or the psichology of language is concerned with discovering the psichological process by which human aqcuire and use language”.
Dua pendapat tersebut memberi penjelasan bahwa psikolinguistik merupakan ilmu yang mampu menjelaskan bagaimana proses kejiwaan dan pengaruh syaraf berperan dalam pemerolehan bahasa. Ilmu ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan bagaimana bahasa dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari oleh pemakai bahasa, dalam hal ini anak-anak.
Psikolinguistik menelaah proses motorik maupun kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang ketika mereka sedang berbahasa. Kemampuan otak dan perkembangan kematangan alat-alat bicara saling berkaitan dalam proses berbahasa. Perkembangan yang paling dominan adalah perkembangan neurologi atau jaringan saraf, termasuk perubahan kejiwaannya. Hal ini secara jelas diuraikan oleh Kennedy (2006) dalam artikelnya. Dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai bagian otak yang secara khusus didedikasikan kepada bahasa.

Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif atau kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk melakukan sesuatu (Moeliono, 1988: 285). Kalimat perintah dapat juga berisi permintaan agar orang memberi informasi tentang sesuatu. Dua hal tersebut sesuai dengan pendapat Rahardi (2005: 79) bahwa kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu tindakan sebagaimana diinginkan si penutur.
Kalimat imperatif mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan kata kerja yang dimaksud dalam kalimat. Kalimat imperatif terdiri atas bentuk imperatif tegas dan imperatif halus. Fokus imperatif tegas dan imperatif halus mengimplikasikan bahwa dalam bentuk imperatif terdapat peringkat kehalusan tuturan. Peringkat kehalusan tuturan imperatif menggambarkan tingkat kesopanan bentuk perintah. Ini mendasari aktivitas berbicara seseorang untuk mempertimbangkan tingkat kesopanan perintah yang diberikan.
Rahardi lebih jauh menyampaikan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa kompleks dan bervariasinya kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia.
Wujud imperatif mencakup dua macam hal (1) wujud imperatif formal atau struktural dan (2) wujud imperatif pragmatik (Rahardi, 2005: 87). Wujud imperatif formal dibedakan lagi menjadi imperatif aktif dan imperatif pasif. Sedangkan wujud imperatif pragmatik dibagi lagi menjadi imperatif perintah, imperatif suruhan, imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif desakan, imperatif bujukan, imperatif imbauan, imperatif persilaan, imperatif ajakan, imperatif permintaan izin, imperatif mengizinkan, imperatif larangan, imperatif harapan, imperatif umpatan, imperatif pemberian ucapan selamat, imperatif anjuran, dan imperatif ngelulu (Rahardi, 2005: 93-116).

Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif atau kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang (Moeliono, 1988: 288). Rahardi (2005: 76) dalam rumusan berbeda menyatakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada si mitra tutur. Seorang penutur yang bermaksud mengetahui sesuatu hal atau suatu keadaan akan bertutur dengan kalimat interogatif kepada mitra tuturnya.
Dalam bahasa Indonesia ada lima cara untuk membentuk tuturan kalimat interogatif. Kelima cara tersebut (1) dengan menambahkan kata apa(kah), (2) dengan membalikkan urutan kata, (3) dengan memakai kata bukan atau tidak, (4) dengan mengubah intonasi kalimat menjadi intonasi tanya, dan (5) dengan memakai kata tanya (Moeliono, 1988: 288; Rahardi: 2005: 77). Partikel –kah yang ditambahkan pada kata apa berfungsi sebagai pemerhalus tuturan. Dengan kata lain, partikel –kah dapat dianggap sebagai salah satu penanda kesantunan dalam kalimat tanya.
Kalimat interogatif dibedakan menjadi dua macam (Rahardi: 2005: 77). Kalimat interogatif jenis pertama disebut kalimat interogatif total. Kalimat ini dimaksudkan untuk menanyakan keseluruhan informasi yang terdapat dalam pertanyaan. Bentuk ini biasanya menanyakan kesetujuan atau ketidaksetujuan kawan bicara atau mitra tutur. Ada dua kemungkinan jawaban yakni mengiyakan (ya atau sudah) dan menidakkan (tidak, bukan, atau belum).
Kalimat interogatif jenis kedua disebut kalimat interogatif parsial. Kalimat ini menanyakan sebagian informasi yang terkandung di dalam pertanyaan. Kata tanya yang dipergunakan dalam kalimat ini ditentukan berdasarkan objek yang dimaksudkan dalam kalimat interogatif parsial (Rahardi: 2005: 78). Apabila menanyakan orang atau hal yang “diorangkan” maka kata tanya yang dipergunakan adalah kata siapa, dari siapa, untuk siapa, dan kepada siapa. Jika yang ditanyakan benda, hewan, dan tumbuhan maka kata yang dipergunakan adalah kata apa, dari apa, untuk apa, atau dengan apa. Kalau yang ditanyakan tempat maka kata yang dapat dimanfaatkan adalah kata di mana, ke mana, atau dari mana. Pertanyaan tentang waktu dapat menggunakan kata bila, kapan, atau bilamana. Pertanyaan tentang perbuatan menggunakan kata mengapa. Pertanyaan tentang bilangan menggunakan kata berapa. Pertanyaan tentang sebab menggunakan kata kenapa.

PEMBAHASAN
Hasil analisis terhadap tuturan lima anak ditemukan sejumlah pola kalimat interogatif. Pola-pola tersebut diuraikan dalam paparan berikut ini.

Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif suruhan/perintah
1) Nggak! Nggak! Aku mau yang itu, ambilin!
2) Sing gedhe dhewe ngarep, terus aku! (Yang paling besar di depan, terus aku!)
3) Saiki ditata meneh gen kabeh isa balapan! (Sekarang diatur lagi biar semua bisa balapan!)
4) Aku sudah bisa. Liaten, ya!
5) Nih, kamu!
6) Kamu nulis dulu!
7) Mas, kowe melu kono wae! (Mas, kamu ikut sana saja!)

Kalimat imperatif larangan
1) Ora entuk nakal-nakalan lo, yo!(Nggak boleh saling mengganggu lo, ya!)
2) Udah. Ih jangan!
3) Sal, kowe aja nabraki! (Sal, kamu jangan nabraki!)
4) Ojo! Mengko kowe diseneni bapakmu! (Jangan! Nanti kau dimarahi bapakmu!)

Kalimat imperatif ajakan
1) Ayo kita balapan!
2) Ayo, Pak!

Kalimat imperatif peringatan
1) Aku nanti nangis lo kalau nggak boleh makan itu!
2) Yen ora gelem dikandhani ora sah melu wae! (Kalau nggak mau dibilangi nggak usah ikut saja!)
3) Sebentar lagi!

Kalimat imperatif ancaman
1) Awas! Ora entuk urik, lo!(Awas! Tidak boleh curang, lo!)
2) Awas nek ora entuk melu! (Awas kalau nggak boleh ikut!)
3) Awas kowe! Mengko tak kandhake bapakku nek wis mulih! (Awas kamu! Nanti kuadukan bapakku kalau sudah pulang!)
4) Nek ora entuk bal-balan mengko tak kandhakke bapak, lo! ( Kalau aku tidak boleh sepak bola nanti kuadukan ke bapak, lo!)

Kalimat imperatif permintaan
1) Ya. Yang itu lo, Bu!
2) Aku, Bi!
3) Bapak, aku minta itu!
4) Aku beli yang itu!

Kalimat imperatif dengan kata penunjuk tempat
1) E, e. Sini!
2) Papah, sini!
3) Ngarep kono! (Depan situ!)
4) Iya rekake. Kene, Bi! (Iya mestinya. Sini, Bi!)
5) E, ora kono. Kono! Tak ajari! (E, bukan situ. Situ! Saya ajari!)
6) Nah, ini caranya. Masukin sini!
7) Sini! Aku ambil sendiri uangnya!

Kalimat Interogatif
Hasil analisis terhadap tuturan lima anak ditemukan sejumlah pola kalimat interogatif. Pola-pola tersebut diuraikan dalam paparan berikut ini.

Kalimat interogatif berbentuk pendek
1) Sedikit minumnya?
2) Mau pulang?
3) Dik Inggid mana?
4) Dik Gebi mana?

Kalimat interogatif dengan kata tanya
1) Dik Gebi mana?
2) Dik Inggid mana?
3) Kaosku dicopot apa ora? (Kaosku dicopot apa tidak?)
4) Iki pite sapa? (Ini sepeda siapa?)
5) V [ve] itu gimana?
6) Apa? Aku nggak boleh makan itu?
7) Sapa sing ngarep dhewe? (Siapa yang paling depan?)
8) Mana spidolnya tadi?
9) Mana yang satu tadi?
10) Pah, tulisannya apa tadi?
11) Yah, gimana lagi tulisannya?

Kalimat interogatif dengan kata seru
1) Thik pakek baju itu, Bi? (Kok pakai baju itu, Bi?)
2) Aku tak melu kono, yo? (Aku ikut sana, ya?)
3) Aku nggak boleh makan itu, to?
4) Seperti yang tadi, to?
5) Gawe dhewe to, mBak?(Buat sendiri to, mBak?)

Kalimat interogatif dengan sapaan penanda kesantunan
1) Gawe dhewe to, mBak?(Buat sendiri to, mBak?)
2) Dik Inggid, mana?
3) Pah, tulisannya apa tadi?
4) Yah, gimana lagi tulisannya?
5) Dik Gebi mana?
6) Mas, awake dhewe entuk melu apa ora?(Mas, kita ikut boleh apa tidak?)

Kalimat interogatif permintaan persetujuan
1) E, e. Aku melu entuk apa ora? (E, e. Aku ikut boleh apa tidak?)
2) Aku tak melu kono, yo? (Aku ikut sana, ya?)
3) Mas, awake dhewe melu entuk apa ora? ( Mas, kita ikut boleh apa tidak?
4) Kaosku dicopot apa ora? (Kaosku dilepas apa tidak?)
5) Apa? Aku nggak boleh makan itu?

Kalimat interogatif dengan kata penanda waktu
1) Mana yang satu tadi?
2) Seperti yang tadi, to?
3) Mana spidolnya tadi?
4) Pah, tulisannya apa tadi?

Kalimat imperatif parsial
1) Kalimat yang menanyakan sesuatu (kata apa)
Contoh: Pah, apa tulisannya tadi?
2) Kalimat yang menanyakan sebab (kata gimana)
Contoh: Yah, gimana lagi tulisannya?
3) Kalimat yang menanyakan manusia/orang (kata siapa)
Contoh: Sapa sing ngarep dhewe? (Siapa yang paling depan?)
4) Kalimat yang menanyakan pilihan (kata mana)
Contoh: Mana spidolnya tadi?

SIMPULAN
Pola kalimat imperatif dan interogatif anak usia lima tahun sangat beragam. Hasil analisis terhadap kalimat-kalimat tersebut dapat disimpulkan berikut ini. Kalimat imperatif suruhan/perintah, larangan, ajakan, peringatan, ancaman, permintaan, dan imperatif dengan kata penunjuk tempat. Kalimat interogatif berbentuk pendek, interogatif dengan kata tanya, interogatif dengan kata seru, interogatif dengan sapaan penanda kesantunan, interogatif permintaan persetujuan, interogatif dengan kata penanda waktu, dan imperatif parsial.


Daftar Pustaka


Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

.................... 2003. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Hanna. 2005. “Adaptasi Bahasa Anak Usia Balita pada Lingkungan Bahasa Baru di Jakarta
Timur”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.52. Tahun ke-11. Januari 2005.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya dan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Kennedy, Teresa J. 2006. “Language Learning and Its Impact on the Brain: Connecting
Language Learning with the Mind Through Content-Based Instruction”.

Kristianty, Theresia. 2006. “Pandangan-pandangan Teoritis Kaum Behaviorisme tentang
Pemerolehan Bahasa Pertama”. Jurnal Pendidikan Penabur, No.06/Th.V/Juni 2006.

Moeliono, Anton M. (Penyunting Penyelia). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Perum Balai Pustaka.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua (Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan
Data). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Senin, 05 Oktober 2009

Refleksi

Lukas 12 : 15 – 21
Nats Amsal 19 :14

Suami :
‘Manisku, aku akan bekerja keras
supaya pada suatu saat kita akan
menjadi kaya.’

Isteri :
‘Kita sudah kaya, sayang, karena
kita saling memiliki. Kelak
mungkin kita akan memmpunyai
banyak uang juga.’

(A. de Mello, S.J.)


Adakah hubungan antara harta kekayaan dengan suami-isteri? Perhatikan dialog di atas! Berpikir, bersikap, dan bertindak praktis dan pragmatis agaknya sudah menjadi bawaan pria pada umumnya, tak terkecuali seorang suami. Entah karena tuntutan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dalih mengasihi keluarga, atau sekadar mengikuti ego bawaannya, aku akan bekerja keras supaya pada suatu saat nanti kita akan menjadi kaya.
Kekayaan ternyata sudah menjadi tujuan (supaya) paling pragmatis bagi sebuah keluarga (paling tidak suami pada dialog di atas). Ia rela dan siap untuk bekerja keras sebagai upaya memperoleh kekayaan itu. Dengan bekerja keras (dan biasanya sangat keras), tenaga yang dibutuhkan lebih besar. Dengan bekerja keras, waktu yang diperlukan lebih banyak. Dengan bekerja keras, pemikiran yang diperlukan juga lebih cermat. Itu artinya energi untuk hal lain akan tersedot. Kesempatan untuk yang lain akan terkurangi. Demikian pula konsentrasi untuk sesuatu menjadi tidak optimal.
Bayangkanlah, satu hari penuh kita mengejar harta. Sampai di rumah loyo. Padahal biasanya masih sempat nonton TV bersama anggota keluarga. Bercengkerama dengan anak-anak yang merindukan kita. Harta yang lebih berharga berupa kehangatan, canda ceria, senyum bahagia, kemesraan, semua ditelan kepenatan dan keletihan. Itu masih belum seberapa. Tidak jarang suasana menyenangkan berubah oleh suasana emosional karena kelelahan.
Kalau sudah demikian, betulkah kita sedang mengasihi keluarga kita? Lihatlah nasihat-nasihat mengenai kekayaan berikut ini. Amsal 13 : 11 ‘Harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya’. Pengkhotbah 5 : 10a ‘ Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya’.Lukas 12 : 15 ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung daripada kekayaan itu’.

Meditasi

SUARA TUHAN, MUSIK BAGI ORANG TULI?
Yesaya 42 : 18 – 23
Nats ayat 20,23


Musik mengalun dengan melodi sangat indah. Ada yang mulai mengetuk-ngetukkan jari di sandaran kursi. Sebagian mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama. Suara tak…tuk….tak….tuk….alas sepatu beradu dengan lantai menambah suasana semakin ceria. Tak berapa lama kemudian semua yang hadir berdiri, selanjutnya terbuai dengan irama musik. Ada yang bergerak dengan lemah gemulai, melangkah maju dan mundur, melenggang-lenggok, berputar-putar, bergeser ke kiri dan ke kanan.

Aku heran melihat keganjilan di sekitarku. Kenapa mereka semua bertingkah laku seperti itu? Seseorang memberitahuku, mereka sedang menari. Mereka menari? Ya, mereka menari mengikuti irama lagu. Mengikuti irama lagu? Lagu apa? Katanya ada musik yang diperdengarkan, dan katanya lagi melodinya sangat indah sehingga semua orang, kecuali aku, tidak kuasa menahan keinginan untuk mengikutinya.

Kelihatannya sangat aneh. Hingga suatu ketika aku mendengar musik iringannya (aku dulunya tuli sama sekali). Barulah aku mengerti. Sungguh-sungguh indah tarian itu, demikian juga melodi lagunya.

Aku liris, itulah yang kita temukan dalam penggalan kisah di atas. Aku pada cerita itu tidak lain adalah kita yang sedang membaca cerita ini. Aku di dalam cerita tersebut adalah……………..(tulis nama kita masing-masing) yang punya telinga tetapi tidak mendengar (Yesaya 42 : 20b ‘engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar). Bahkan kita melihat banyak tetapi tidak memperhatikan (Yesaya 42 : 20a ‘engkau melihat banyak tetapi tidak memperhatikan).

Siapakah di antara kamu yang mau memasang telinga kepada hal ini, yang mau memperhatikan dan mendengarkannya untuk masa yang kemudian? (Yesaya 42 : 23). Kita memang harus memasang telinga untuk mendengar suara Tuhan. Bukan sekadar mendengar, tetapi mengerti dan memahami secara jelas yang dikehendaki Tuhan sehingga kita mampu mengerjakan sesuatu dengan sasaran dan tujuan yang jelas juga. Di sekitar kita banyak teladan: orang-orang yang mendengar, mengerti, dan memahami suara Tuhan sehingga dalam perilaku kesehariannya bisa kita jadikan contoh. Ada orang yang sedemikian besar kasih dan perhatiannya kepada keluarga (anak, isteri/suami, orang tua, saudara), siswa, rekan kerja. Tetapi kadang kita memandang sinis orang tersebut. Ada yang sedemikian besar tanggung jawabnya kepada pekerjaan. Namun kita malah curiga, jangan-jangan…..(itu yang ada di pikiran kita).

Pertanyaan bagi kita sekarang, mengapa ada orang-orang yang bisa berbuat demikian sementara kita tidak? Mengapa mereka mampu mendengar, mengerti, dan memahami apa yan dikehendaki Allah sedangkan kita tuli?

Seperti penikmat musik, orang yang mampu mendengar mampu menikmati; orang yang mampu mengerti mampu merasakan; orang yang mampu memahami mampu menjiwai. Sehingga semuanya itu akan mendarah mendaging terefleksikan dalam seluruh gerak kehidupannya. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar (Markus 4 : 9).

Musik mengalun dengan melodi sangat indah. Ada yang mulai mengetuk-ngetukkan jari di sandaran kursi. Sebagian mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama. Suara tak…tuk….tak….tuk….alas sepatu beradu dengan lantai menambah suasana semakin ceria. Tak berapa lama kemudian semua yang hadir berdiri, selanjutnya terbuai dengan irama musik. Ada yang bergerak dengan lemah gemulai, melangkah maju dan mundur, melenggang-lenggok, berputar-putar, bergeser ke kiri dan ke kanan. OKE……….Mari kita mainkan!

Jumat, 02 Oktober 2009

RENUNGAN OKTOBER

Menajamkan Sesama
Amsal 27:17 Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.

Ibu Bapak yang berusia 50 tahun ke atas tentu paham dengan istilah pande. Pande besi, itu istilah yang lebih lengkap dan lebih mudah dimaknai maksudnya. Di tempat kita, sudah sangat jarang. Di Pasar Wonokarto kadang masih kita temukan di hari pasaran. Beberapa orang masih memanfaatkan jasa mereka untuk mupuhke, mempertajam kembali peralatan yang sudah tumpul. Sabit, cangkul, linggis, golok, dan peralatan lain dari besi atau baja dipanaskan, dipukul, dipanaskan, dipukul, dan seterusnya hingga memiliki ketajaman tertentu. Ketajaman itu menjadikan perkakas dapat digunakan lagi sebagaimana fungsinya.

Pande sudah banyak ditinggalkan. Gerenda menggantikan pande dalam menajamkan peralatan dari besi atau baja. Kemampuan gerenda lebih canggih. Hanya dalam hitungan menit, bahkan detik, peralatan yang semula gabluk berubah mingis-mingis. Kualitas yang dihasilkan melebihi alat yang dipande beberapa jam.

Gerenda terbuat dari bahan keras. Ada unsur besi dan baja yang siap diadu dengan kerasnya bahan yang akan dibuat lebih tajam.

Ibu bapak, bacaan kita hari ini Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya. Kita memang bukan gerenda. Kita juga bukan besi. Kita adalah sesama manusia. Itu berarti bahwa kita menjadi alat yang harus bisa menajamkan sesama kita.

Persidangan hari ini adalah pertemuan antara sesama manusia. Oleh karena itu sidang ini akan sesuai fungsinya jika setiap yang hadir mampu memberi sumbangan bagi semakin tajamnya sesama kita. Tajam dalam memahami persoalan gereja sekaligus tajam dalam mencari solusinya. Tajam membaca keadaan dan menanggapinya dengan bijaksana. Termasuk mempertajam olah rasa melihat saudara-saudara yang mengalami bencana.
Selamat bersidang. Amin.